Iqyzain I Make Up Artist and Wedding Gallery 04.23
Pimpinan Gereja Papua
PHYLOPOP.com - Sebagaimana dimuat di wartapapuabarat.org, ketua Forum Kerja Gereja Papua Pdt. Dr. Benny Giay atas nama warga Papua menuding pemerintah terus menyalakan aksi kekerasan di tanah Papua. Kekerasan tersebut dianggapnya sebagai penyubur kehendak warga Papua untuk merdeka dari Indonesia. 

Portal berita yang giat mewartakan kemerdekaan Papua itu menyebutkan bahwa fakta terhadap beberapa kasus kekerasan selama ini yang terjadi di tanah Papua dianggap sebagai tindakan dari pemerintah untuk selalu menyederhanakan masalah dengan stingma politik makar agar bisa diselesaikan dengan pendekatan keamanan, namun praktek demikian pada gilirannya meradikalisasi tuntutan Papua Merdeka. 

Lebih lanjut Pdt. Dr. Benny Giay menerbitkan surat pernyataan yang menyebutkan deretan kasus yang dianggap menghidupkan tuntutan Papua Merdeka, yang bunyinya sebagai berikut:

Pertama, pada tanggal 19 Oktober 2011, pasca Kongres Rakyat Papua III, telah terjadi penembakan dan penangkapan terhadap peserta Kongres Rakyat Papua III, yang hingga hari ini belum diselesaikan. 

Kedua, kekerasan di Paniai pasca operasi militer di Markas TPN/OPM Eduda. Dimana sejak operasi oleh TNI/Polisi ini berhasil, hingga hari ini, Gereja Kingmi dan Katholik di Paniai telah mengeluarkan empat kali surat keprihatinan kepada Bupati Paniai. Hal ini  diakibatkan karena sejak operasi diumumkan sejak Agustus 2011, sekitar 60 warga sipil orang asli Papua meninggal di tempat pengungsian. Kayu yang ditanam warga sebagai upaya reboisasi ditebang oleh Brimob akibat ketakutan Brimob terhadap TPN/OPM dan kedinginan. Pagar-pagar warga dibongkar untuk kayu bakar oleh Brimob di Pos Penjagaan. Hasil kebun di curi oleh Brimob karena lapar,tempat mengambil air minum warga dimatamata air di jadikan WC tempat buangi air besar oleh Brimob. Hingga hari ini sebagian warga belum ke kebun dan hingga hari ini gereja ditutup, sekolah dihentikan dan hingga hari ini Brimob masih melakukan operasi-operasi di tempat tinggal warga dan melakukan tembakan-tembakan pada malam, pagi dan sore hari. Melihat kondisi umat yang demikian, gereja mengeluarkan keprihatinan terhadap keberadaan umat, dan akibatnya kepolisian Paniai di bawah pimpinan AKBP Danus Siregar yang baru diganti dan dipindahkan ke Sorong memanggil koordinator Gereja Kingmi Papua Pdt. Gerad Gobay dan dekan dekenat Gereja Katholik Paniai Marthen Kwayo, Pr. pada hari ini tanggal 02 Mei 2012 ke Mapolres Madi.

Ketiga, kasus puncak yang telah berlangsung 11 bulan sampai hari ini belum diselesaikan oleh pemerintah dimana sesuai laporan masyarakat sebanyak 81 orang telah terbunuh akibat konflik Pilkada, namun hingga hari ini pemerintah terkesan membiarkan kasus tersebut melebar dan berjatuhan korban. Konflik yang diawali dengan penembakan oleh seorang polisi ajudannya Pihak Elvis Tabuni bernama Yadi kepada warga juga dibiarkan tanpa solusi oleh pemerintah. Dampaknya warga semakin tidak percaya dengan keberadaan Indonesia di Papua, apakah sebagai pelindung dan pengayom masyarakat dan membangun atau tidak. Hal serupa juga terjadi di Kabuten Tolikara, namun dalam penyelesaiannya hingga saat ini belum jelas siapa pelanggar hukum yang ditangkap dan diproses hukum.

Keempat, pada tanggal 16 Desember 2011, dalam pertemuan dengan pimpinan gereja di tanah Papua di Puri Cikeas Bogor, berjanji untuk menghentikan operasi militer di Paniai, namun janji itu tidak ditindaklanjuti. Kemudian dalam pertemuan yang sama Presiden SBY berjanji untuk menghentikan sementara UP4B namun kebijakan ini juga cenderung dipaksakan.

Kelima, tanggal 19 April 2012 Brigadir Edy Kurni menembak seorang warga bernama Yerry Wakum di pangkalan ojek Sorong Kota, namun belum diselesaikan.

Keenam, lalu disusul dengan insiden pada tanggal 02 Mei 2012 di Jayapura tepatnya di Makam Theys Eluay terjadi penangkapan terhadap 13 orang  warga Papua dan dibawa ke Polres Kabupaten Jayapura. Hal ini terjadi ketika 50 orang yang berada di lapangan Theys Eluay dengan cara damai menaikan bendera Bintang Kejora sebagai upaya protes mereka terhadap kebijakan negara dan proses aneksasi Papua kedalam Indonesia yang dinilai cacat hukum. Sedangkan dari Merauke dilaporkan sekitar 5 orang yang membagi selebaran tentang keprihatinan dikejar oleh TNI/Polisi dan pada tanggal 01 Mei 2012 terindikasi pihak polisi dan TNI melarang pengusaha untuk memberikan kendaraan truk peserta yang melakukan aksi damai di sana.

Berdasarkan berbagai realita demikian dan tuntutan damai yang terjadi di seantero tanah Papua, maka terjadilah:

Pertama, pengibaran bendera Bintang Kejora di Timika tanggal 01 Desember 2011 dalam suasana represi militer dan di depan Wakapolda Papua Drs. Paulus Waterpauw.

Kedua, tanggal 20 April 2012 di Serui atau pada beberapa waktu lalu orang asli Papua di sana menaikan sekitar 50 buah bendera bintang kejora sebagai protes terhadap keberadaan Indonesia di Papua.

Ketiga, tanggal 13 April 2012 di Manokwari Mahasiswa UNIPA (Universitas Negeri Papua) mengusir Bambang Darmono yaitu Ketua UP4B, peserta dan panitia yang mensosialisasikan kebijakan tersebut, serta beberapa kasus lainnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, warga Papua mendesak pemerintah untuk segera menghentikan kekerasan, dan membuka diri berdialog dengan Rakyat Papua dengan melibatkan pihak ketiga yang lebih netral sambil mempraktekan tema “Damai dan Kasih Itu Indah" yang dipasang di kompleks dan gedung-gedung TNI/Polri. 

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.