Sukhoi SJ100 mengudara di kawasan pegunungan |
Meski isu kecelakaan Sukhoi tak lagi panas, banyak hal yang bisa dibahas terkait peristiwa naas itu. Salah satunya yang paling urgen agar dapat dijadikan pelajaran bagi dunia penerbangan adalah perlunya mengkaji secara serius apa penyebab peristiwa yang memakan 45 korban tersebut.
Untuk itu, banyak kalangan baik dalam negeri maupun luar negeri, terutama Rusia negara asal Sukhoi, mencoba melakukan analisis terkait penyebab kecelakaan. Kelayakan terbang, ijin penerbangan, human error (kesalahan manusia) pilot, kondisi cuaca, atau mengaitkannya dengan peristiwa mistis di lokasi kejadian (Gunung Salak Bogor). Semua bisa dijadikan pijakan analisis penyebab. Tapi yang terpenting adalah analisis tersebut harus punya alasan/landasan yang dapat diterima nalar manusia (meski tak menampik kekuatan lain di luar kemampuan manusia).
Di negeri pecahan Unisoviet sana, Rusia, berbagai media, ilmuwan dan organisasi-organisasi pemerhati penerbangan tak luput mencoba melakukan kajian analisis penyebab kecelakaan Sukhoi di Gunung Salak Bogor beberapa waktu yang lalu. Salah satu penyebab yang santer diberitakan adalah adanya indikasi sabotase.
Terlepas benar atau tidak, berikut Phylopop sarikan analisis kemungkinan adanya sabotase terhadap peristiwa kecelakaan Sukhoi, sebagaimana dilakukan oleh tim Analisis Russia & India Report dan Wayne Madsen berikut.
Analisis Russia & India Report
Dalam situsnya, Rakesh Krishnan Simha menganalisis bahwa Sukhoi Superjet 100 bukan sekadar pesawat uji coba. Kapal produksi 2009 itu telah dipesan sebanyak 300 buah oleh perusahaan penerbangan Armenia Armavia dan Aeroflot. Jadi jelas tidak ada alasan untuk meragukan kelaikan dan keandalan Sukhoi.
Kesalahan manusia (human error) juga hal yang mustahil, baik dari sisi pilot Aleksandr Yablontsev atau pengawas menara Air Traffic Controller Bandara Soekarno-Hatta. Apa sebab? Yablontsev turut campur dalam pengembangan Sukhoi, sementara pengawas ATC telah memandu Superjet selama melayang, meski terhambat daerah pegunungan yang rumit. Jadi menuduh adanya kesalahan tersebut tidak beralasan.
Satu-satunya alasan yang bisa diterima adalah sabotase. Kenapa?
Rusia mulai mengembangkan Superjet sejak tahun 2000. Sebagai proyek utama Moskow, Sukhoi ditujukan merebut pasar penerbangan dunia, melawan Boeing atau Airbus. Bahkan Superjet 100 berani menawarkan dirinya US$ 30 juta atau Rp 277 miliar lebih murah dari Embraer dan Bombadier, saingannya.
Selama ini, pasar pesawat di negara berkembang telah dikuasai perusahaan manufaktur penerbangan Amerika. Mereka tidak punya banyak saingan pada pangsa ini. Kedatangan Rusia dengan kapal terbarunya membuat Amerika memiliki musuh baru. Dan kondisi ini menciptakan pertarungan yang membuat atmosfer bisnis berubah jelek.
Analisis Wayne Madsen
Tak jauh beda dengan analisis Wayne Madsen di situs Strategic Culture Foundation. Wayne menganggap masuknya Superjet 100 ke pasar penerbangan telah menguntungkan Indonesia. Tapi, di sisi lain, keberadaannya mengancam bisnis Boeing. Apalagi sebelumnya Barack Obama menandatangani kesepakatan dengan Indonesia untuk menjual 230 pesawat Boeing ke Lion Air dengan jaminan pinjaman US$ 22 miliar (Rp 203 triliun).
Alasan ini melahirkan kemungkinan terburuk bagi Sukhoi : Amerika tidak ragu melakukan sabotase industri pesaingnya, terutama ketika melirik dan masuk kawasan Asia.
Phylovers, dua analisis di atas tentu masih terbuka peluang untuk diperdebatkan. Sebab itu, Phylovers jangan ragu mengajukan argumen melalui kolom komentar. Jika perlu, kirimkan saja kajiannya pada Phylopop, dengan dukungan data dan analisis tentunya, agar bisa dimuat dan menjadi bahan perdebatan yang menarik. Syukur-syukur menarik minat para pakar di bidangnya untuk melakukan kajian lebih jauh dengan harap misteri dibalik peristiwa naas itu dapat terungkap. Paling tidak bisa sedikit melegakkan hati keluarga korban.
Selamat mencoba dan salam Phylovers!
Posting Komentar