PHYLOPOP.com - Phylovers suka melihat hiu sedang berenang-renang dan kejar-kejaran di laut lepas? Tentu saja suka karena melihat hiu yang bertebaran di laut, apalagi di wilayah perairan nusantara, sangat mengasyikkan sekaligus membanggakan. Membanggakan karena negeri ini dikaruniai keindahan dan kekayaan alam yang luar biasa dari Sang Ilahi.
Namun sayang seribu sayang melihat kenyataan yang terjadi di Raja Ampat yang terkenal dengan keindahan alam dan biota lautnya. Perburuan hiu berlangsung di Raja Ampat yang kini menjadi favorit penyelam dunia. Perburuan ini tak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga industri pariwisata Raja Ampat. Perburuan hiu berlangsung di Perairan Kawe. Wilayah ini sebenarnya menjadi kawasan peremajaan hiu.
Perburuan di lokasi peremajaan tentu lebih mengancam populasi hiu di Raja Ampat. Padahal di wilayah inilah hiu tumbuh. Wilayah ini yang nanti akan menyuplai hiu untuk daerah-daerah lain. Jumlah ikan hiu akan berkurang dengan cepat jika perburuan terus dilakukan.
Pelaku perburuan tersebut adalah nelayan. Mereka memburu hiu untuk mendapatkan siripnya. Mereka menganggap sirip hiu mampu memberikan nilai ekonomis sangat besar. Nyatanya, nilai ekonominya kalah besar bila dibandingkan dengan nilai ekonomi saat hiu hidup.
Diperkirakan, satu ekor hiu hidup memiliki nilai ekonomi Rp 1,6 miliar dan nilai seumur hidup Rp 17,5 miliar untuk pariwisata. Hiu menjadi daya tarik Raja Ampat selain terumbu karang.
Sebelumnya perburuan hiu di Raja Ampat pernah terjadi secara massif. Populasi hiu turun drastis. Kini, populasi hiu mulai pulih sehingga harus dijaga. Tentu saja pemerintah perlu mendukung pelestarian hiu di Raja Ampat dengan meningkatkan personel untuk patroli laut dan mendukung langkah pengawasan yang sudah dilakukan masyarakat lokal.
Sekretaris Daerah Raja Ampat Ferdinand Dimara turut menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, aktivitas nelayan ilegal di Pulau Sayang melanggar peraturan kawasan konservasi. Sementara, tokoh adat dan masyarakat Raja Ampat Hengky Gaman mengecam kejadian tersebut dan meminta pemerintah bertindak tegas.
Hiu Yang Menggiurkan
Australian Institute of Marine Science memiliki data, seekor hiu karang bernilai ekonomis tahunan Rp 1,6 miliar, tapi jika dibiarkan hidup ikan ini bisa membantu Rp 17,5 miliar untuk industri pariwisata. Kawasan Raja Ampat memiliki potensi pariwisata hiu sebesar Rp 165 miliar per tahun dan menyumbang pendapatan daerah sebesar Rp 2,5 miliar per tahun dari sektor pariwisata.
Indonesia memiliki jumlah hiu terbesar di dunia, namun ironisnya populasi hiu terus menurun. Di tahun 1990-an, perburuan sirip hiu lazim dilakukan di Raja Ampat, terutama oleh nelayan yang berasal dari luar Raja Ampat.
Sejak 5 tahun terakhir, dibentuklah Kawasan Konservasi Hiu di Raja Ampat. Raja Ampat pun naik daun menjadi kawasan wisata bahari. Keindahannya membuat Raja Ampat berjuluk 'karya agung Tuhan'. Namun para pembantai hiu ini pasti tidak menghargai keagungan ciptaan Tuhan di Raja Ampat. Sungguh sangat miris dan menyedihkan. Bagaimana dengan Phylovers, apakah tertarik untuk menyelamatkan kekayaan alam negeri ini? Ayo sayangi hiu, sayangi kekayaan alam negeri tercinta Indonesia.
Posting Komentar