PHYLOPOP - Untuk menjelaskan definisi dan prinsip otonomi dearah, maka paling tidak ada empat undang-undang yang bisa dijadikan dasar. Keempat undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Definisi Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 memperluas definisi otonomi daerah yang bukan hanya merupakan member kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Pengertian otonomi daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 memperluasnya menjadi berbunyi “otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Jadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 menekankan tiga hal, yaitu hak, wewenang dan kewajiban.
Prinsip Otonomi Daerah
1. UU 22 Tahun 1999
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menjadikan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah sebagai dasar atau alasan diundangkannya undang-undang ini, dengan cara menempatkannya pada klausul menimbang. Hal ini bisa dipahami karena lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 merupakan rombakan total terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang selama 32 tahun berada di bawah kekuasaan Orde Baru yang sentralistis. Oleh karena itu, otonomi daerah merupakan isu sentral yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah. Dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. UU 32 Tahun 2004
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Konsekuensi Hukum
1. Konsekuensi hukum UU 22 Tahun 1999
Kelahiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 sekaligus mencabut diberlakukannya dua undang-undang yang sebelumnya berjaya 25 tahun lamanya, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Kedua undang-undang ini dicabut karena tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
2. Konsekuensi hukum UU 25 Tahun 1999
Kelahiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 sekaligus mencabut diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara Dengan Daerah-daerah, Yang Berhak Mengurus Rumah-Tangganya Sendiri.
3. Konsekuensi hukum UU 32 Tahun 2004
Kelahiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 sekaligus mencabut diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999.
4. Konsekuensi hukum UU 33 Tahun 2004
Kelahiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 sekaligus mencabut diberlakukannya dua undang-undang yang sebelumnya berlaku, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Daerah, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Penulis :
1. Edgar Rangkasa, SH., M.Si. (Kementerian Dalam Negeri)
2. Zainudin, M.Si. (Kementerian Dalam Negeri)
Jika ada pertanyaan atau masukan, silakan kirim pesan klik di sini.
Definisi Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 memperluas definisi otonomi daerah yang bukan hanya merupakan member kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Pengertian otonomi daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 memperluasnya menjadi berbunyi “otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Jadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 menekankan tiga hal, yaitu hak, wewenang dan kewajiban.
Prinsip Otonomi Daerah
1. UU 22 Tahun 1999
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menjadikan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah sebagai dasar atau alasan diundangkannya undang-undang ini, dengan cara menempatkannya pada klausul menimbang. Hal ini bisa dipahami karena lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 merupakan rombakan total terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang selama 32 tahun berada di bawah kekuasaan Orde Baru yang sentralistis. Oleh karena itu, otonomi daerah merupakan isu sentral yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah. Dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. UU 32 Tahun 2004
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Konsekuensi Hukum
1. Konsekuensi hukum UU 22 Tahun 1999
Kelahiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 sekaligus mencabut diberlakukannya dua undang-undang yang sebelumnya berjaya 25 tahun lamanya, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Kedua undang-undang ini dicabut karena tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
2. Konsekuensi hukum UU 25 Tahun 1999
Kelahiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 sekaligus mencabut diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara Dengan Daerah-daerah, Yang Berhak Mengurus Rumah-Tangganya Sendiri.
3. Konsekuensi hukum UU 32 Tahun 2004
Kelahiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 sekaligus mencabut diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999.
4. Konsekuensi hukum UU 33 Tahun 2004
Kelahiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 sekaligus mencabut diberlakukannya dua undang-undang yang sebelumnya berlaku, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Daerah, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Penulis :
1. Edgar Rangkasa, SH., M.Si. (Kementerian Dalam Negeri)
2. Zainudin, M.Si. (Kementerian Dalam Negeri)
Jika ada pertanyaan atau masukan, silakan kirim pesan klik di sini.
Posting Komentar