Iqyzain I Make Up Artist and Wedding Gallery 02.44


Penulis  : Christian P. Sidenden 
Sumber : media.hariantabengan.com


PHYLOPOP.com - George Soros atau György Schwartz, lahir di Budapest Hongaria, 12 Agustus 1930. Dikenal sebagai pengusaha yang berwatak sosial kuat. Soros menjadi biang  krisis moneter yang menimpa Asia pada tahun 1997, yang membawa tumbangnya Rezim Orde Baru pimpinan Soeharto tahun 1998.

Umumnya di negara-negara, seperti Thailand dan Malaysia, Soros dianggap lebih negatif sebagai kriminal ekonomi yang membuat ketidakstabilan ekonomi Asia, karena dengan jumlah simpanan uangnya yang besar pernah mengguncang mata uang Asia.

Mengapa hal itu dilakukan Soros? Sebenarnya ia meyakini kapitalisme tumbuh di sebagian besar negeri Macan-Macan Asia (the Asian Tigers) adalah semu dan tidak berdiri di atas usaha yang adil dan kerja keras. Soros memang  seorang liberal dengan pendirian sosialis, yang anti otoritarianisme dan gurita konglomerasi dalam ekonomi kapitalistik semacam di Indonesia pada era Soeharto.

Melalui lembaga yang dimotorinya, Open Society Institute (OSI), Soros menyediakan bantuan pendanaan sebesar 10 juta dolar AS untuk program-program pembinaan anak-anak telantar dan kesempatan usaha bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Ia berusaha menyeimbangkan antara yang berpunya dan yang miskin dalam meraih kesempatan yang sama untuk maju. Ia juga mem-back up Muhammad Junus sang peraih Nobel Ekonomi dari Bangladesh, tahun 2009 lalu.

Mantan Kepala Bank Sentral AS, Paul Volcker, tahun 2003 menulis kata pengantar pada buku Soros yang berjudul The Alchemy of Finance: “George Soros telah menandai kesuksesannya sebagai seorang spekulan, yang dengan rendah hati mundur walau sedang unggul dalam permainan. Beberapa di antara banyak trofi kemenangannya adalah atas dedikasinya mendorong negara-negara  transisi dan sedang berkembang untuk mau menjadi masyarakat terbuka tidak saja dalam arti rela memasuki zona perdagangan bebas, tetapi lebih penting darinya berciri toleran dengan ide-ide baru dan dalam cara-cara berpikir dan bersikap berbeda.”

Kenangan pahit sebagai seorang yang lahir dari keluarga Yahudi-Hongaria pada masa Perang Dunia II, di mana rezim pendudukan Nazi Jerman berniat membasmi semua Yahudi dari Benua Eropa, Soros bertekad membentuk sebuah dunia yang baru. Ia menempuh pendidikan di London School of Economics tahun 1952, tiga tahun setelah bermigrasi ke Inggris. Di situ ia berguru pada dosen filsafat Karl Popper, dan sambil sekolah ia menjadi buruh angkut kereta api dan pelayan restoran.

Di AS sejak 1956, Soros mulai aktif terlibat pada berbagai institusi keuangan dan perdagangan. Ia aktif menjadi analis pasar keuangan, di mana ia dengan sangat berbakti menerapkan konsep Popper mengenai teori Refleksivitas. Teori ini mengajarkan tentang interaksi antara sebab dan akibat. Dalam ilmu sosiologi, teori ini menurunkan pemahaman Behaviorisme atau Madzab Perilaku  yang berpendapat bahwa pengaruh dari keputusan seorang agen perubahan terhadap sistem sosial yang membentuknya dan umpan balik dari perubahan tersebut bagi pembentukan suatu struktur sosial masyarakat yang baru. Soros aktif menjadi agen perubahan.

Jika teori itu dibawa pada spekulasi pasar keuangan, dalam pemikiran Soros, ada interaksi antara suatu kepercayaan dan pengamatan atas situasi pasar: jika para pedagang percaya bahwa harga akan jatuh, mereka akan menjual saham, yang menyebabkan harga turun. Sebaliknya, jika mereka percaya bahwa harga saham akan naik, mereka akan memborong sehingga akan menyebabkan harga melonjak.

Soros aktif mendanai beberapa kegiatan politik anti-Bush, sebelum Pemilu 2004. Walau nyatanya George W Bush terpilih kembali, Soros aktif mendanai gerakan Aliansi Demokrasi yang mendukung perjuangan Partai Demokrat.

Kemenangan Barrack Obama dalam Pemilu 2009 lalu, tidak terlepas dari bantuan Soros dalam pendanaan kampanye politisi berkulit hitam itu. Ia banyak tahu mengenai realitas Indonesia pra-Soeharto dan pasca-Soeharto dari cerita-cerita yang dituturkan oleh Obama.

Sikap Soros yang tidak menyetujui banyak kebijakan AS terhadap konflik Arab-Israel, dipandangnya sebagai biang keladi anti-Semistisme tidak pernah pudar. Ia menulis sebuah artikel yang berjudul On Israel, Palestine and AIPAC yang dimuat New York Review of Books, 12 April 2007.

Soros berkata, “Saya tak peduli dengan berbagai mitos yang dipercayai oleh musuh-musuh Israel dan saya tak menyalahkan orang-orang Yahudi oleh karena anti-Semitisme. Sebab anti-Semitisme lahir lebih dulu dari negara Israel. Baik kebijakan-kebijakan Israel maupun kritik atasnya harus dipandang bertanggung jawab atas anti-Semitisme. Di saat yang sama, saya percaya bahwa sikap-sikap terhadap Israel dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan Israel dan sikap terhadap komunitas Yahudi dipengaruhi oleh keberhasilan lobby kaum Yahudi dalam menekan pandangan-pandangan yang berseberangan.” 

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.