Iqyzain I Make Up Artist and Wedding Gallery 10.03

PHYLOPOP.com - Berikut 8 orang wanita yang patut menjadi teladan bagi kaum muslimin terutama kaum wanita (muslimah).

1. Zainab binti Abu Salamah, Wanita Ahli Fiqih

Nama lengkapnya Zainab binti Abu Salamah Al-Makhzumiyah. Ia adalah seorang wanita yang menguasai hadits dan fiqih. Bahkan termasuk salah seorang yang paling menguasai fiqih pada zamannya di Madinah.

Dia meriwayatkan sekitar tujuh hadits Rasulullah SAW. Beberapa orang juga meriwayatkan hadits darinya, seperti Abu Ubaidah bin Abdullah bin Zam’ah, Muhammad bin Atha, Urak bin Malik, Hamid bin Nafi’, Urwah bin Zubair, Abu Salamah bin Abdurrahman, dan Zainal Abidin Ali bin Husein.

Ketika anak-anak Zainab binti Abu Salamah terbunuh, Hasan pernah berkata, "Demi Allah, tidak selamat seorang pun diantara mereka dan sungguh telah terbunuh dua anak Zainab binti Abu Salamah, sedangkan dia (Zainab) merupakan anak yang pernah diasuh Rasulullah SAW."

Ketika jenazah kedua anaknya didatangkan di hadapannya. Zainab berkata, "Demi Allah, sesungguhnya musibah pada kalian berdua sungguh amat besar. Padahal kehilangan salah seorang dari mereka berdua sudah merupakan kejadian besar."

Hasan memberikan isyarat pada yang lain, dan merasa tidak tenang. "Zainab kemudian duduk di rumahnya. Aku hanya berharap agar rahmat tercurah padanya," kata Hasan.

Zainab meninggal dunia pada tahun 73 Hijriyah.

2. Zainab binti Ali, Sang Pembela Saudara

Ia adalah eorang wanita mulia yang mempunyai logika berpikir yang jernih, banyak ide, fasih dan juga menguasai ilmu bahasa.

Zainab binti Ali bin Abi Thalib adalah cucu pertama Rasulullah SAW dari putrinya, Fatimah Az-Zahra. Dia terkenal karena keberanian dan dukungannya terhadap Husain, kakaknya yang syahid di medan Karbala. Ia juga melindungi seluruh keluarga Husain beberapa bulan setelahnya, ketika mereka dipenjara oleh dinasti Umayyah.

Zainab dilahirkan sebelum kakeknya, Rasulullah SAW wafat. Sekitar lima tahun sebelum Rasulullah menghadap Ilahi.

Dia adalah anak ketiga pasangan Ali dan Fatimah—setelah Hasan dan Husain—dengan jarak kelahiran sekitar satu tahun antara setiap anak. Kelahirannya diikuti oleh saudara perempuannya, Ummu Kultsum.

Zainab menikah dengan anak pamannya atau sepupunya, Abdullah bin Ja’far.  Dia melahirkan beberapa orang anak seperti Muhammad, Ali, Abbas, Ummi Kultsum dan ‘Aunal Akbar. Dia juga sering menceritakan tentang ibunya, Fatimah binti Muhammad SAW dan Asma binti Umais.

Zainab juga meriwayatkan beberapa hadits. Beberapa orang juga meriwayatkan hadits yang berasal darinya, seperti Muhammad bin Amru, Atha bin As-saib, dan Fathimah binti Husain bin Ali.

Di antara beberapa perkataan Zainab yang dikenal adalah, "Barangsiapa yang menginginkan makhluk menjadi syafaat (mediator) baginya menuju keridhaan Allah, maka hendaklah dia sering-sering memuji Allah (dengan ucapan alhamdulillah). Tidakkah kau mendengar perkataan mereka 'sami'a Allahu liman hamidah' (Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya) kemudian Allah meringankan qudrah-Nya yang akan menimpamu. dan merasa malu untuk menurunkan cobaan lebih besar karena kedekatan-Nya padamu."

Zainab meninggal dunia pada tahun 65 Hijriyah, dan dikuburkan di Qanathir As-Siba’, Mesir. Kini makamnya banyak dikunjungi peziarah. Bahkan namanya dijadikan nama sebuah masjid di Mesir, Masjid Sayyidah Zainab. Pada tahun 1173 H bangunan masjid tersebut direnovasi.

3. Ummu Ruman, Sang Bidadari Surga

Nama lengkapnya Zainab binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams bin Iqab bin Udzainah bin Sabi’ bin Duhman bin Al-Harits bin Ghanm bin Malik bin Kinanah. Namun ia lebih dikenal dengan panggilan Ummu Ruman. Ia adalah istri Abu Bakar Ash-Shiddiq, salah seorang manusia terbaik setelah Rasulullah SAW.

Sebelum Islam datang, Ummu Ruman adalah istri Abdullah bin Al-Harits bin Sakhbarah. Dari perkawinannya dengan Abdullah, ia dikarunia seorang putra bernama Ath-Thufail. Mereka tinggal di As-Surah.

Tak lama kemudian Abdullah membawa istrinya ke Makkah untuk tinggal di sana. Sebagaimana kebiasaan para pendatang kala itu yang bersekutu dengan para pembesar Makkah yang dapat melindunginya. Begitu pun dengan Abdullah bin Al-Harits, ia bersekutu dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Sayang, Abdullah tidak dikarunia Allah SWT dengan umur panjang. Ia meninggal setelah setahun tinggal di Makkah. Abu Bakar kemudian menikahi Ummu Ruman dan merawat Ath-Thufail. Ummu Ruman pun menjadi istri kedua Abu Bakar.

Dari istri pertamanya, Abu Bakar memiliki dua orang anak, yaitu Asma' dan Abdullah. Dari pernikahan dengan Ummu Ruman, Abu Bakar pun mendapat dua orang anak, yaitu Aisyah (Ummul Mukminin) dan Abdurrahman. Selisih usia Asma' dan Aisyah sepuluh tahun. Ummu Ruman menyatukan Ath-Thufail, Asma', Abdullah, Aisyah, dan Abdurrahman dalam asuhannya.

Ketika Abu Bakar, suaminya, masuk Islam, Ummu Ruman juga memeluk Islam. Ia termasuk salah seorang Assabiqunal Awwalun (kelompok pertama yang masuk Islam). Semua anaknya mengikuti jejaknya masuk Islam, kecuali Abdurrahman. Dengan demikian, rumah Ummu Ruman adalah rumah kedua yang berada dalam naungan Islam setelah rumah Rasulullah SAW.

Berbagai macam siksaan yang dilakukan kafir Quraisy kepada kaum Muslimin di Makkah juga menimpa Ummu Ruman. Apalagi ia aktif bahu-membahu dengan suaminya, menyelamatkan orang-orang yang telah memeluk Islam ketika itu dari gangguan kafir Quraisy.

Sebagai ibu, Ummu Ruman sangat disiplin dan berhasil mendidik anak-anaknya. Sebagai seorang istri, ia sangat menghormati hak-hak suaminya. Dan ia adalah seorang wanita yang menepati janji lagi bijak. Sifat-sifat mulia itu terekam dalam peristiwa ketika Rasulullah SAW meminang Aisyah.

Ketika Khadijah telah wafat, Khaulah binti Hakim –istri Utsman bin Mazh’un—datang menemui Rasulullah SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, tidakkah engkau menikah lagi?"

Beliau berkata, "Dengan siapa?"

"Apabila engkau mau, engkau dapat menikahi seorang gadis, atau seorang janda," kata Khaulah.

"Siapakah gadis tersebut?"

"Putri hamba Allah yang paling engkau cintai di muka bumi, Aisyah binti Abu Bakar."

"Lalu siapakah janda tersebut?"

"Saudah binti Zam’ah. Ia telah beriman kepadamu dan mengikuti segala yang engkau ucapkan."

Rasulullah berkata, "Kalau begitu pergilah kepada keduanya, dan sebutkan namaku kepada mereka."

Khaulah kemudian datang ke rumah Abu Bakar. Dan ketika masuk ia berkata, "Wahai Ummu Ruman, kebaikan dan keberkahan apakah yang dicurahkan Allah kepada kalian?"

"Apakah itu?"

"Rasulullah SAW mengutusku meminang Aisyah untuk beliau."

"Kalau begitu, tunggulah sampai Abu Bakar pulang," kata Ummu Ruman.

Setelah Abu Bakar tiba, Khaulah menyampaikan maksud Rasulullah SAW. Setelah mendengan kabar itu, Abu Bakar berkata, “Tunggu sebentar.” Abu Bakar pun keluar rumah.

Ketika kembali, Abu Bakar berkata kepada Khaulah, "Pergilah kepada Rasulullah, undang beliau kemari!"

Khaulah pun pergi menjemput Rasulullah SAW. Tak lama kemudian Abu Bakar menikahkan Rasulullah dengan putrinya, Aisyah.

Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah mendapat perintah untuk berhijrah. Beliau meminta Abu Bakar untuk menemaninya. Abu Bakar segera menyampaikan hal itu kepada istrinya, Ummu Ruman.

Berita itu tidak membuat Ummu Ruman takut, meski ia harus tetap tinggal di Makkah bersama dengan anak-anaknya di bawah ancaman bahaya yang mungkin terjadi. Ummu Ruman justru berkata, "Sesungguhnya keluarga Rasulullah SAW harus menjadi teladan kita."

Tak lama setelah sang suami hijrah bersama Rasulullah SAW, Ummu Ruman pun menyusul bersama keluarganya dan keluarga Rasulullah. Ketika tiba di Madinah, Ummu Ruman berkata kepada suaminya, "Wahai Abu Bakar, tidakkah engkau mengingatkan Rasulullah SAW tentang perkara Aisyah?"

Maka Abu Bakar segera berangkat menemui Rasulullah dan berkata, "Tidakkah engkau ingin menggauli keluargamu, ya Rasulullah?"

Di Madinah Aisyah berkumpul dengan Rasulullah dan menjadi pendamping hidup beliau bersama dengan Ummul Mukminin yang lain.

Hubungan Rasulullah SAW dan Aisyah mendapat cobaan yang begitu dahsyat. Peristiwa ini juga dirasakan oleh Ummu Ruman, ibu Aisyah. Pada tahun keenam Hijriyah, kaum munafikin menghembuskan fitnah yang menyerang kehormatan dan kemuliaan Aisyah. Peristiwa ini dikenal dengan Hadits Ifk, berita dusta. Namun akhirnya Allah SWT sendiri yang menegaskan kesucian Aisyah, sementara para penyebar kabar dusta itu mendapatkan hukuman yang setimpal.

Setelah peristiwa itu—juga di tahun keenam Hijriyah—Ummu Ruman wafat karena sakit yang dideritanya. Rasulullah SAW ikut turun ke dalam kuburannya dan berdoa di sana. Beliau bersabda, "Barangsiapa yang ingin melihat wanita bidadari surga, hendaklah melihat Ummu Ruman."

Ummu Ruman dikenal sebagai salah seorang periwayat hadits Rasulullah. Dia juga dikenal sebagai seorang wanita yang taat dan selalu beribadah. Sebagai seorang perawi, dia meriwayatkan beberapa hadits dari Rasulullah saw dan juga meriwayatkan dari Masruq. Beberapa imam hadits menggunakan hadits yang diriwayatkannya, salah satunya Imam Bukhari.

4. Ummu Sulaim, Dipinang dengan Islam

Nama aslinya adalah Syahlah binti Mulhan bin Khalid bin Zaid bin Haram. la berasal dari kaum Anshar yang dari Bani Khuzrajiah. la merupakan salah seorang dari orang-orang yang mula-mula masuk Islam.

Saudara laki-lakinya adalah Abdullah bin Haram yang dianggap sebagai salah satu Qura’ (penghapal Al-Qur’an) yang syahid di Bi’r Maunah.

Saat dipinang oleh Abu Thalhah, Ummu Sulaim berkata kepadanya, "Demi Allah, tak ada satu pun alasan yang bisa membuatku menolak lamaranmu itu. Namun sangat disayangkan sekali, engkau adalah seorang kafir, sedang aku adalah seorang Muslim. Oleh karena itu, aku tak mungkin menikah denganmu. Seandainya engkau bersedia masuk Islam, itu akan aku anggap sebagai mas kawinku. Dan aku takkan meminta selain dari itu."

Mendengar perkataan itu, Abu Thalhah bersedia masuk Islam, dan keislamannya itu dianggap sebagai mahar bagi Ummu Sulaim.

la pernah datang kepada Rasulullah agar anaknya yang bernama Malik bin Anas bisa menjadi pembantu beliau. Rasulullah SAW menerima tawaran itu. Akhirnya, Malik bin Anas mengabdikan dirinya kepada Rasulullah selama sepuluh tahun.

Di saat anaknya meninggal dunia, Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, "Janganlah kalian membicarakan anak Abu Thalhah, sebelum aku sendiri mulai membicarakannya!"

Pada saat Abu Thalhah pulang, Ummu Sulaim segera menyediakan makan dan minum, serta melayani suaminya sebaik mungkin. Setelah Abu Thalhah merasa kenyang dan puas atas pelayanan istrinya itu, Ummu Sulaim pun berkata kepadanya, "Wahai Abu Thalhah, apabila ada sebuah kaum memamerkan kepada ahli bait tentang aib mereka, dan menuntut ahli bait juga harus memamerkan aib mereka, maka apakah ahli bait berkewajiban mencegah rencana mereka itu?"

"Tidak!" jawab Abu Thalhah.

"Itulah yang menimpa anakmu sekarang ini," kata Ummu Sulaim.

Mendengar perkataan istrinya, Abu Thalhah naik pitam. "Tinggalkan aku dan jangan engkau datang lagi ke sini tanpa membawa berita tentang keadaan anakku itu!"

Kemudian datanglah Rasulullah kepada mereka dan menanyakan permasalahan apa yang sebenarnya terjadi di antara kedua suami istri tersebut. Setelah mengetahui apa terjadi, beliau pun berkata, "Semoga Allah senantiasa memberikan kalian berdua berkah atas aib seseorang yang berusaha kalian tutup-tutupi."

Ummu Sulaim mempunyai peran yang sangat nyata pada saat terjadi Perang Uhud. la selalu membawa sebuah pisau besar dan sekaligus berperan sebagai juru medis. la selalu menyediakan minum bagi orang-orang yang sedang berperang. la bahkan turut serta dalam Perang Hunain, walaupun saat itu dalam keadaan hamil.

Anas, putranya menuturkan bahwa Ummu Sulaim selalu menghunus sebuah pisau besar dalam keadaan mengandung. Melihat tingkah laku istrinya, Abu Thalhah berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim senantiasa menghunus sebuah pisau besar."

Kemudian Nabi bertanya kepada Ummu Sulaim tentang tujuannya membawa sebuah pisau besar pada saat mengandung.

"Pisau besar ini aku tujukan untuk merobek perut orang-orang musyrik di saat berdekatan denganku nanti. Sebab mereka pasti mendekatiku pada saat aku melahirkan di medan perang nanti," jawab Ummu Sulaim.

Mendengar perkataan itu, Rasulullah pun tertawa senang.

5. Ummu Haram, Syahid di Pulau Siprus

Nama lengkapnya Ummu Haram binti Mulhan bin Khalid bin Zaid bin Haram. Ia adalah seorang sahabat wanita yang selalu ikut berangkat bersama pejuang Muslim dan sempat mengikuti beberapa kali pertempuran. Ia sempat ikut dalam penaklukan Siprus bersama suaminya, Ubadah bin Shamit, dan syahid di tempat itu.

Ummu Haram adalah saudara Ummu Sulaiman, bibi Anas bin Malik, pembantu Rasulullah SAW. Ummu Haram dan kedua saudaranya—Ummu Sulaim dan Haram—ikut dalam Perang Badar dan Uhud. Dan kedua-duanya syahid pada perang Bi’r Ma’unah.

Ummu Haram termasuk wanita yang terhormat, ia memeluk Islam dan berbaiat kepada Nabi SAW serta ikut berhijrah. Rasulullah memuliakan Ummu Haram dan pernah berkunjung ke rumahnya dan istirahat sejenak di sana. Ummu Haram dan Ummu Sulaim adalah bibi Rasulullah, apabila dihubungkan dengan sepersusuan ataupun dikaitkan dengan nasab, sehingga menjadi halal menyendiri keduanya.

Anas bin Malik pernah berkata, "Rasulullah masuk ke rumah kami, yang mana tidak ada yang di dalam melainkan saya, ibuku (Ummu Sulaim) dan bibiku Ummu Haram. Beliau bersabda, 'Berdirilah kalian, aku akan shalat bersama kalian.' Maka beliau shalat bersama kami pada saat bukan waktu shalat wajib."

Ummu Haram bercita-cita dapat menyertai peperangan bersama mujahidin yang menaiki kapal untuk menyebarkan dakwah dan membebaskan manusia dari peribadatan kepada sesama hamba menuju peribadatan kepada Allah saja. Akhirnya, Allah mengabulkan keinginannya dan mewujudkan cita-citanya.

Anas bin Malik menuturkan, apabila Rasulullah SAW pergi ke Quba’, beliau mampir ke rumah Ummu Haram. Kemudian Ummu Haram menyediakan makanan untuk beliau. Rasulullah bersandar di dinding kemudian tertidur. Tidak beberapa lama kemudian beliau bangun lalu tertawa.

Ummu Haram bertanya, "Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?"

Beliau bersabda, "Sekelompok manusia dari kelompokku, mereka berperang di jalan Allah dan berlayar di lautan sebagaimana raja-raja di atas pasukannya atau laksana para raja yang memimpin pasukannya."

"Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk golongan mereka," pinta Ummu Haram.

"Engkau termasuk golongan para pelopor," kata Rasulullah.

Tatkala dinikahi oleh Ubadah bin Shamit, mereka keluar untuk berjihad bersama ke Siprus. Di sanalah Ummu Haram syahid ketika terlempar dari hewan yang ditungganginya. Ia kemudian dikubur di sana. Ketika itu pemimpin pasukan adalah Muawiyah bin Abu Sufyan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 27 Hijriyah.

Ummu Haram termasuk salah satu dari keluarga mulia yang setia terhadap prinsip yang dipegangnya. Ia mencurahkan segala kemampuannya untuk menyebarkan Islam, dan tidak mengharapkan sesuatu selain ridha Allah SWT.

Ummu Haram meriwayatkan lima hadits dari Rasulullah SAW. Beberapa orang juga meriwayatkan hadits darinya. Di antara mereka adalah Ummu Hakim binti Zubair, Anas bin Malik, Atha bin Yasar, dan suaminya, Ubadah bin Shamit.

6. Amah binti Khalid, Baju Sutra Hadiah Rasulullah

Kedua orang tuanya adalah orang Quraisy yang termasuk generasi awal kaum beriman di kalangan para sahabat Rasululah SAW. Kedua orang tuanya termasuk orang-orang pertama yang merespons dakwah Rasulullah SAW, kemudian mendapat petunjuk melalui petunjuk beliau dan merupakan batu bata pertama di bangunan agama yang lurus ini.

Ketika sekelompok orang Quraisy berbondong-bondong untuk menjadi penganut agama yang mulia ini, di antara adalah Khalid bin Sa’ad bin Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abu Manaf bin Qusyai dan istrinya Umainah binti Khalaf bin As’ad bin Amir Al-Khuzaiyah. Kedua orang mulia dan terhormat inilah orang tua Amah.

Ketika beragam siksa mulai menimpa kaum Mukminin dan bermacam penganiayaan mendera mereka, Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk hijrah ke Habasyah. Di Habasyah, kaum Mukminin mendapatkan keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.

Khalid dan istrinya pun berangkat ke Habasyah dengan berpegang teguh pada kesabaran. Di antara para sahabat yang hijrah ke Habasyah ialah Utsman bin Affan bersama istrinya, Ruqaiyah binti Muhammad SAW.

Khalid dan istrinya menceritakan kisah keislaman keduanya kepada putri mereka. Amah binti Khalid mendengar kisah menarik kedua orang tuanya dengan serius. Kisah tersebut membekas dan terpatri di hati Amah binti Khalid yang masih kecil.

Suatu ketika Amah kecil bertanya kepada ayahnya, "Ayah, kapan engkau masuk Islam?"

Khalid bin Sa'ad mendekap putrinya ke dadanya, sambil berkata, "Aku termasuk orang-orang yang pertama kali diberi kenikmatan iman. Orang yang masuk Islam bersamaku ialah pamanmu dari jalur aku, Amr bin Sa'ad. Dia sekarang ada bersamaku di Habasyah sedang hidup enak karena perlindungan Najasyi. Namun pamanmu dari jalurku yang lain, Aban bin Sa'ad, belum masuk Islam hingga sekarang."

Amah binti Khalid bertanya kepada ayahnya tentang nasib kakeknya, Abu Uhaihah, “Ayah, bagaimana dengan kakekku? Apakah Allah memberinya petunjuk untuk masuk Islam ataukah tetap berada pada kekafirannya?"

"Putriku, kakekmu tetap berada pada kekafiran dan kesombongannya," jawab Khalid bin Sa'ad, penuh kecintaan seorang ayah. "Kakekmu meninggal dunia dalam keadaan kafir. Sungguh aku selamat dengan Islam dan mengikuti Nabi Muhammad SAW."

Kaum Muhajirin dari Makkah menetap di Habasyah selama sepuluh tahun lebih, sedangkan Amah binti Khalid hanya hidup beberapa tahun di sana. Setelah itu, kaum Muhajirin kembali ke Madinah. Mereka pun bertemu Rasulullah SAW di Khaibar. Beliau berhasil menaklukkan Khaibar pada tahun ketujuh Hijriyah. Rasulullah kemudian memberi bagian rampasan perang kepada kaum Muhajirin dari Habasyah. Setelah itu, mereka pulang ke Madinah di bawah pimpinan Rasulullah SAW.
Di Madinah, putri-putri sahabat yang lahir di Habasyah mendapatkan perhatian dan asuhan Rasulullah SAW. Amah binti Khalid termasuk putri-putri sahabat yang belajar kepada Rasulullah SAW, mendapatkan kehormatan agung di sisi beliau, dan menjadi sahabiyah beliau. Amah binti Khalid ternasuk putri sahabat dan shahabiyah. Amah binti Khalid dikenal dengan nama panggilan Ummu Khalid. Ia dipanggil seperti itu, ketika Rasulullah SAW mengenakan pakaian baru kepadanya.

Sungguh Rasululah SAW amat memerhatikan putri dan putra sahabat dan menyayangi mereka. Itu sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada salah seorang dari orang tua mereka, atau kedua orang tua mereka. Amah binti Khalid termasuk orang yang dihormati Rasulullah SAW. Beliau juga menghormati kedua orang tua Amah dan mengetahui bahwa keduanya masuk Islam sejak dulu dan berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dalam riwayat Bukhari disebutkan, suatu ketika para sahabat membawa beberapa pakaian yang di dalamnya terdapat baju yang diberi garis-garis (dengan sutra atau wol) kepada Rasulullah SAW. Kemudian beliau bersabda, "Menurut kalian, siapa yang paling layak kita beri pakaian ini?"

Orang-orang diam, kemudian Rasululah SAW bersabda, "Bawa kemari Ummu Khalid."

Ummu Khalid pun dibawa ke hadapan Nabi SAW, kemudian beliau mengenakan pakaian tersebut kepadanya dengan tangan beliau langusng, sambil bersabda, "Kenakan pakaian ini hingga lusuh, kenakan pakaian ini hingga lusuh!"

Di antara makna perkataan tersebut ialah semoga hidup Amah binti Khalid panjang, hingga pakaian yang dikenakan Nabi SAW tersebut lusuh.

Di antara yang membuat Amah binti Khalid termasuk wanita-wanita mulia dan mempunyai kedudukan di antara para sahabat ialah karena ia termasuk salah seorang dari putri-putri sahabat yang meriwayatkan hadits dari Nabi SAW. Amah binti Khalid meriwayatkan tujuh hadis dari Rasulullah SAW.

Bukhari meriwayatkan dua hadits Amah binti Khalid. Ada dua orang di antara para penulis sunan yang meriwayatkan haditsnya, yaitu Abu Dawud dan Nasa'i. Mereka yang meriwayatkan hadis dari Amah binti Khalid adalah Sa'ad bin Amr bin Sa'ad bin Al-Ash, yang tidak lain adalah anak pamannya dari jalur ayah, Amr. Begitu juga Musa bin Uqbah, Ibrahim bin Uqbah, Karib bin Sulaim, Al-Kindi, dan lain-lain.

Ketika Amah binti Khalid menginjak usia dewasa, ia dinikahi pendekar Islam dan kepala keluarga Zubair bin Awwam, yang merupakan sahabat setia Rasulullah SAW. Dari hasil pernikahannya dengan Zubair bin Awwam, Amah binti Khalid mempunyai dua anak laki-laki; Umar dan Khalid. Amah binti Khalid dipanggil dengan anaknya yang bernama Khalid tersebut sehingga namanya menjadi Ummu Khalid. Kedua anaknya termasuk anak-anak para sahabat terbaik dan tabi’in terbaik pula. Ia sendiri juga salah satu putri-putri sahabat dan istri-istri para sahabat terbaik.

Amah binti Khalid merupakan salah seorang putri sahabat yang berumur panjang. Hal ini tidak lepas dari keberkahan doa Rasululah SAW, ketika beliau mengenakan pakaian yang bergaris-garis sutra tidak lama setelah kedatangannya dari Habasyah.

Ibnu Hajar berkata, "Ummu Khalid (Amah binti Khalid) hidup lama sekali, yakni hidup hingga zaman Musa bin Uqbah."

Sedasngkan Adz-Dzahabi berkata, "Ia hidup hampir 90 tahun. Saya berpendapat bahwa Amah binti Khalid adalah shahabiyah yang terakhir meninggal dunia, karena ia hidup hingga zaman Sahl bin Sa'ad."

7. Asma’ binti Yazid bin Sakan, Duta Kaum Muslimah

Nama lengkapnya adalah Asma’ binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris Al-Anshariyyah. Ia adalah seorang ahli hadits yang utama dan seorang mujahidah agung.

Asma' adalah sosok yang cerdas, kuat agamanya, argumentasinya mumpuni, dan mempunyai kemampuan retorika yang baik. Ia mendapat julukan "Khatibah An-Nisa" (sang orator wanita).

Salah satu keistimewaan Asma’ adalah kepekaan indranya, kejelian perasaannya serta ketulusan hatinya. Sebagaimana wanita-wanita Islam lain yang telah lulus dalam madrasah nubuwah, ia tidak terlalu lunak (manja) dalam berbicara, tidak merasa hina, tidak mau dianiaya dan dihina. Bahkan ia adalah seorang wanita pemberani, tegar, dan menjadi teladan di sejumlah medan perang.

Suatu ketika ia datang menemui Rasulullah SAW yang sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya. Kemudian dia berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang utusan kaum wanita yang datang padamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu bagi para lelaki dan wanita seluruhnya secara sama. Maka kami beriman padamu dan Tuhanmu. Dan kami kaum wanita merasa terkungkung dan terpencil dalam rumah-rumah kaum lelaki, sebagai pelampiasan hawa nafsu kaum lelaki, dan mengandung anak-anak kalian."

Asma' melanjutkan, "Dan kalian wahai kaum lelaki, telah diutamakan atas kami kaum wanita, dengan diwajibkan melakukan shalat Jum’at dan shalat berjamaah. Mengunjungi orang sakit, melayat orang mati, dan berhaji setelah melakukan haji. Dan lebih afdhal dari itu, kalian juga diwajibkan jihad fi sabilillah."

Ia menambahkan, "Sesungguhnya seorang lelaki dari golongan kalian bila keluar karena suatu kebutuhan atau sebagai seorang mujahid, kami harus menjaga harta kalian dan mencuci baju kalian, merawat anak-anak kalian. Apakah kami tidak bisa bersama kalian untuk memperoleh pahala dari berbagai keutamaan ibadah yang kalian lakukan itu"?

Rasulullah kagum mendengar uraian tersebut lalu berpaling kepada para sahabat dan berkata, "Apakah kalian pernah mendengar perkataan seorang wanita yang lebih baik darinya yang mengadukan permasalahannya dalam urusan agamanya?"

"Wahai Rasulullah, sebelumnya kami tidak pernah menyangka bahwa ada perempuan yang mendapat petunjuk seperti ini," jawab mereka.

Kemudian Nabi berpaling menghadap Asma', lalu bersabda, "Pahamilah wahai perempuan, dan ajarkanlah pada para wanita di belakangmu. Sesungguhnya amal wanita bagi suaminya, meminta keridhaan suaminya, mengikuti apa yang disetujui suaminya setara dengan amal yang dikerjakan oleh kaum lelaki seluruhnya."

Mendengar jawaban Rasulullah SAW, Asma' merasa sangat gembira lalu beranjak pergi.

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Asma’ mengenakan dua gelang emas yang besar, maka Nabi SAW bersabda, “Tanggalkanlah kedua gelangmu wahai Asma’, tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang kepadamu dengan gelang dari neraka?”

Tanpa ragu-ragu dan tanpa argumentasi, ia mengikuti perintah Rasulullah, melepaskan gelangnya dan meletakkan di depan beliau. Setelah itu Asma’ aktif dalam majelis Rasulullah, mendengar hadits-hadits beliau dan bertanya tentang segala persoalan yang menjadikannya paham urusan agama.

Dia pulalah yang bertanya kepada Rasulullah tentang tata cara thaharah (bersuci) bagi wanita yang selesai haidh. Asma' memiliki kepribadian yang kuat dan tidak malu untuk menanyakan sesuatu yang hak. Oleh sebab itu, ia dipercaya oleh kaum Muslimah sebagai wakil (duta) mereka untuk berbicara dengan Rasulullah tentang persoalan-persoalan yang mereka hadapi.

Suatu ketika, terbetik keinginan yang kuat di dada Asma' untuk ikut andil dalam jihad. Hanya saja kondisi ketika itu tidak memungkinkan untuk merealisasikannya. Akan tetapi, setelah tahun 13 Hijriyah, ia turut serta dalam Perang Yarmuk.

Pada perang ini, para wanita Muslimah banyak yang ikut ambil bagian, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidayah Wa An-Nihayah, "Mereka berperang dengan perang besar-besaran hingga para wanita turut berperang di belakang mereka dengan gagah berani.”

Dalam bagian lain Ibnu Katsir menuliskan, “Para wanita menghadang mujahidin yang lari dari kecamuk perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu. Adapun Khaulah binti Tsa’labah bersyair:
Wahai kalian yang lari dari wanita yang bertakwa
Tidak akan kalian lihat tawanan
Tidak pula perlindungan
Tidak juga keridhaan

Dalam perang besar ini, Asma’ binti Yazid menyertai pasukan Muslimin bersama wanita-wanita mukminat lain yang berada di belakang para mujahidin. Mereka mencurahkan segala kemampuan dengan membantu mempersiapkan senjata, memberikan minum bagi para mujahidin dan mengobati korban luka-luka. Ia dan kaum Muslimah lainnya memompa semangat juang kaum Muslimin.

Namun tatkala perang berkecamuk dan suasana panas membara, Asma’ lupa kalau dirinya adalah seorang wanita. Ketika pasukan musuh menyerbu, ia tak mau berdiam diri. Karena tidak mendapatkan apa-apa yang di dekatnya selain sebatang tiang kemah, maka ia mengambilnya sebagai senjata lalu berbaur dengan barisan pasukan.

Ia turung gelanggang menerjang musuh-musuh Allah, dan berhasil membunuh sembilan orang tentara Romawi. Usai perang tersebut, Asma’ pulang membawa luka di sekujur tubuhnya. Namun Allah SWT menghendakinya masih hidup. Asma' wafat 17 tahun pasca Perang Yarmuk, setelah mempersembahkan segala kebaikan bagi umat.

Asma' meriwayatkan sekitar 81 hadits dari Rasulullah SAW, beberapa orang juga meriwayatkan hadits darinya. Selain itu, beberapa orang juga memakai hadits yang diriwayatkan olehnya seperti Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Muhajir bin Abu Muslim, dan Syahru bin Hausyab.

8. Hindun binti Utbah, Pejuang Perang Yarmuk

Hindun binti Utbah termasuk di antara golongan perempuan yang baik dan cantik. Terkenal banyak ide, cerdas, fasih, pintar berbahasa, pandai dalam ilmu sastra dan juga bersyair. Dia juga mahir dalam menunggang kuda dan mempunyai kematangan jiwa yang mantap. Ia dinikahi oleh Abu Sufyan bin Harb.

Ketika terjadi Perang Badar, beberapa orang terbunuh seperti Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah dan Walid bin Utbah. Mereka yang meninggal itu adalah keluarga dekat Hindun. Ketika menerima kabar tersebut dia menangisi kematian mereka.

Pada saat Perang Uhud, Abu Sufyan ikut keluar dan menjadi salah seorang panglima pasukan Makkah. Dia berperang bersama Hindun yang tergabung dalam 15 orang wanita lainnya. Ketika dua pasukan berhadapan dan semakin berdekatan, Hindun berdiri di kalangan para wanita yang bersamanya, kemudian mereka mengambil gendang dan mulai menabuhnya di barisan belakang pasukan untuk memberi semangat.

Usai pertempuran, Hindun dan beberapa wanita yang bersamanya terdiam, lalu menghitung-hitung jumlah korban yang terbunuh dari pihak Muslimin. Mereka mendapatkan telinga dan hidung yang banyak. Dia mengambil beberapa potong telinga dan hidung kaum Muslimin sebagai gelang kaki, dan kalung.

Hindun juga merobek perut Hamzah, paman Rasulullah dan mengeluarkan hatinya, lalu mengunyahnya. Namun dia tidak mampu menelannya, sehingga memuntahkannya.

Berita ini kemudian disampaikan pada Rasulullah SAW. Nabi SAW bersabda, "Kalau saja dia menelannya, tentu dia tidak akan tersentuh api neraka, karena Allah mengharamkan bagi neraka untuk menyentuh bagian daging Hamzah sedikit pun."

Pada saat peristiwa Fathu Makkah (pembukaan kota Makkah) dengan masuknya pasukan kaum Muslimin secara damai di Kota Suci itu, Hindun menjadi salah seorang yang masuk Islam. Keislamannya ini dilakukan dengan baik.

Hal itu pernah dikatakannya pada Abu Sufyan, "Aku ingin menjadi pengikut Muhammad.

"Bukankah aku lihat kau kemarin begitu membencinya," kata Abu Sufyan.

"Sesungguhnya aku sebelumnya tidak pernah melihat orang yang beribadah pada Allah itu dengan benar hingga apa yang kusaksikan tadi malam. Demi Allah, mereka betah berdiri, ruku’ dan sujud."

"Jika kau tetap dengan keputusanmu maka laksanakanlah, pergilah membawa seorang dari kaummu untuk menemanimu," kata Abu Sufyan.

Kemudian Hindun berangkat menemui Rasulullah untuk berbaiat. Ia datang dengan menyamar menggunakan cadar, merasa takut bila kemudian Rasulullah menangkapnya setelah mengenal suaranya.

Saat itu banyak pula pria—termasuk Abu Sufyan—dan wanita yang datang berbaiat. Rasulullah didampingi oleh para sahabatnya.

Hindun berkata, "Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah menurunkan agama yang menjadi pilihan-Nya, agar dapat bermanfaat bagi diriku. Semoga Allah memberi rahmat-Nya padamu, wahai Muhammad. Sesungguhnya aku wanita yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang disampaikan Rasul-Nya."

Rasulullah saw berkata, "Selamat datang bagimu."

"Demi Allah," kata Hindun, "Tiada sesuatu pun di muka bumi ini penduduk yang berdiam di tenda-tenda lebih aku cintai dari mereka selalu bersama dengan tendamu. Dan sungguh aku telah menjadi bagian dari itu. Dan tidak ada di muka bumi ini penduduk yang berdiam di tenda-tenda lebih aku cintai dari mereka yang selalu ingin dekat denganmu."

"Dan sebagai tambahan, bacakanlah pada kaum wanita Al-Qur'an. Kau harus bersumpah setia bahwa selamanya kau tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun," pesan Rasulullah SAW.

"Demi Allah, sesungguhnya kau berhak menyuruh apa pun pada kami, apa yang diperintahkan pada kaum lak-laki dan kami akan menaatinya."

"Janganlah kau mencuri!"

"Demi Allah, jika aku memakai harta kepunyaan Abu Sufyan karena suatu keperluan, aku tidak tahu, apakah itu halal atau tidak?" tanya Hindun.

Rasulullah saw bertanya, "Benarkah kau Hindun binti Utbah?"

"Benar, saya Hindun binti Utbah, maka maafkanlah apa yang telah berlalu."

Kemudian Nabi bersabda, "Janganlah kau berzina!"

"Wahai Rasulullah, apakah budak yang telah bebas dianggap berzina?"

"Janganlah kalian bunuh anak-anakmu!"

"Sungguh kami telah merawat mereka sejak kecil dan mereka terbunuh pada Perang Badar setelah dewasa. Engkau dan mereka lebih tahu itu."

Umar bin Khathab tertawa mendengar jawaban Hindun. Nabi melanjutkan, "Janganlah kalian menyebarkan fitnah dan membuat berita bohong!"

"Demi Allah, sesungguhnya memelihara fitnah itu benar-benar perbuatan yang buruk dan merupakan perbuatan yang sia-sia."

"Dan janganlah kalian berbuat maksiat padaku terhadap perbuatan yang makruf!"

Hindun berkata, "Kami duduk di majelis ini bukan untuk berbuat maksiat terhadapmu dalam hal makruf."

Rasulullah SAW kemudian berkata pada Umar bin Khathab, "Baiat mereka semua, wahai Umar. Dan mintalah ampunan Allah bagi mereka!"

Umar lalu membaiat mereka. Rasulullah SAW tidak berjabat tangan dengan para wanita itu, dan tidak pula menyentuhnya kecuali wanita-wanita yang benar-benar dihalalkan oleh Allah bagi dirinya atau wanita yang menjadi muhrimnya.

Setelah menjadi Muslimah yang ahli ibadah; rajin shalat malam dan berpuasa. Ia sangat konsisten dengan status barunya tersebut sampai tiba saat yang membawa kegelapan bagi seluruh bumi ini, yaitu wafatnya Rasulullah SAW.

Hindun sangat terpukul, hatinya nyaris hancur, karena merasa terlalu lama dirinya memusuhi Rasulullah dan baru saja bisa menerima Islam. Namun demikian, ia tetap mempertahankan keislamannya dengan baik. Ia tetap menjadi seorang ahli ibadah dan menjaga janji setia yang pernah diucapkannya di hadapan Rasulullah.

Dalam Perang Yarmuk, Hindun mempunyai peran yang sangat besar. Ibnu Jarir berkata, ”Pada hari itu, kaum Muslimin bertempur habis-habisan. Mereka berhasil menewaskan pasukan Romawi dalam jumlah yang sangat besar. Sementara itu, kaum wanita menghalau setiap tentara Muslim yang terdesak dan mundur dari medan laga. Mereka berteriak, ’Kalian mau pergi ke mana? Apakah kalian akan membiarkan kami ditawan oleh pasukan Romawi?’ Siapa pun yang mendapat kecaman yang pedas seperti itu, pasti kembali menuju kancah pertempuran.”

Tentara Muslim yang sebelumnya hampir melarikan diri, kemudian bertempur kembali membangkitkan semangat pasukan yang lain. Mereka benar-benar terbakar oleh kecaman pedas yang diteriakkan oleh kaum wanita, terutama Hindun binti Utbah. Dalam suasana seperti itu, Hindun menuju barisan tentara sambil membawa tongkat pemukul tabuh dengan diiringi oleh wanita-wanita Muhajirin. Ia membaca bait-bait syair yang pernah dibacanya dalam Perang Uhud.

Tiba-tiba pasukan berkuda yang berada di sayap kanan pasukan Muslim berbalik arah, karena terdesak musuh. Melihat pemandangan tersebut, Hindun berteriak, ”Kalian mau lari ke mana? Kalian melarikan diri dari apa? Apakah dari Allah dan surga-Nya? Sungguh, Allah melihat yang kalian lakukan!”

Hindun juga melihat suaminya, Abu Sufyan, yang berbalik arah dan melarikan diri. Hindun segera mengejar dan memukul muka kudanya dengan tongkat seraya berteriak, ”Engkau mau ke mana, wahai putra Shakhr? Ayo, kembali lagi ke medan perang! Berjuanglah habis-habisan agar engkau dapat membalas kesalahan masa lalumu, saat engkau menggalang kekuatan untuk menghancurkan Rasulullah.”

Zubair bin Al-’Awwam yang melihat semua kejadian itu berkata, ”Ucapan Hindun kepada Abu Sufyan itu mengingatkanku kepada peristiwa Perang Uhud, saat kami berjuang di depan Rasulullah SAW.”

Pada masa pemerintahan Umar bin Khathab, setelah Hindun memberikan segala kemampuannya untuk membela agama yang agung ini, tibalah saat baginya untuk beristirahat. Ia meninggal di atas tempat tidurnya, pada hari di mana Abu Quhafah—ayahanda Abu Bakar Ash-Shiddiq—juga meninggal.

Hindun meriwayatkan beberapa hadits dari Rasulullah SAW. Beberapa orang meriwayatkan darinya seperti, Muawiyah bin Abu Sufyan (anaknya) dan Aisyah Ummul Mukminin. (republika.go.id).

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.