PHYLOPOP.com - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai penurunan peringkat daya saing Indonesia dari 44 pada 2010 menjadi 46 pada tahun ini akibat pembenahan infrastruktur lambat.
"Pertumbuhan infrastruktur tidak secepat negara lain," kata Staf Khusus Kepala BKPM, Silmy Karim, saat berbincang dengan VIVAnews.com, Kamis, 8 September 2011.
Infrastruktur, kata Silmy, menjadi faktor terpenting dan penentu bagi daya saing di dunia. "Kami terlambat dalam mengantisipasi hambatan infrastruktur," ujarnya. "Harusnya dana APBN sebesar Rp1.400 triliun bisa dialokasikan lebih banyak ke sektor yang produktif."
Upaya yang dilakukan pemerintah, kata Silmy, memang sudah ada, namun upaya itu dinilai belum maksimal. Pemerintah terlambat mengurangi hambatan dalam pembangunan infrastruktur, misalnya dalam hal pembebasan lahan.
"Kami sudah memiliki skema kerja sama public-private partnership (PPP) itu untuk mendorong swasta turut membangun, tapi ujung-ujungnya lahan lagi," kata Silmy.
Penurunan daya saing Indonesia juga disebabkan oleh faktor birokrasi yang dinilai masih berbelit sehingga dapat menghambat laju investasi. "Hubungan pusat dan daerah perlu ada perbaikan signifikan," ujarnya. "Sedangkan yang berkaitan korupsi ya...lihat saja. Semua itu membuat daya saing lemah."
Selain itu, menurunnya daya saing Indonesia juga disebabkan oleh faktor tenaga kerja. Utamanya belum adanya perubahan signifikan terkait aturan ketenagakerjaan yang mengakibatkan pekerja Indonesia tidak lebih baik dari negara lain. Meskipun begitu, Silmy menegaskan, penurunan itu secara umum tidak mengubah pola investasi di Indonesia.
Sebelumnya, peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan dari 44 menjadi 46 tahun dari 142 negara. Hal ini tercantum dalam The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang dikeluarkan World Economic Forum yang dipublikasikan Rabu sore waktu Indonesia. (vivanews.com).
Posting Komentar