PHYLOPOP.com - Suatu ketika, seorang dokter ahli penyakit jantung meninggal dunia akibat terserang penyakit jantung.
Dari rekan2 almamaternya dia mendapat hadiah, kendaraan terakhir nya di dunia yaitu berupa peti mati, terbuat dari kayu pilihan, mengkilat dan mahal.
Dan dari rumah sakit tempat dia mengabdi, sang dokter mendapat medali besar terbuat dari logam kuning mengkilat laksana emas berbentuk jantung, sebagai penghargaan atas profesi terakhirnya sebagai ahli penyakit jantung. Maka, demi keharmonisan, kedua hadiah tadi di gabung. Yaitu peti mati kayu mengkilat, dan di tutup petinya ditempel dengan medali jantung keemasan tadi.
Satu persatu teman2 dan kolega datang kerumah duka, semua tertunduk haru menunjukan kesedihan masing2, kecuali satu orang dokter setengah baya. Melihat peti mati dengan medali jantung tertempel, dia bukannya sedih malah tertawa terbahak-bahak. Sampai salah seorang dari tamu merasa perlu membawa yang tertawa tadi keluar ruangan agar tak mengganggu suasana keharuan rumah duka.
Di tempat parkir, baru tertawa bapak satu ini reda, dan baru benar2 berhenti. Temannya yang membawanya keluar tadi bertanya : ” . . . .apa kau tertawa, . . . senang ya , sebab sainganmu meninggal . . . .?. Maka jawabnya : “. . . . . bukan begitu kawan, aku hanya membayangkan jika aku meninggal nanti, mau dipasang medali apa diatas petiku, . . . . . . . . . . . . aku ini kan dokter kelamin . . . . . . . . . . . .?(Abu Kemal/Kompasiana).
Posting Komentar