Jakarta yang sekarang adalah Kota Metropolitan, ternyata pada abad ke-16 hanya sebuah kampung kecil. Hal ini diketahui dari sumber-sumber kolonial dan juga nama-nama jalan atau kawasan di Jakarta modern yang memakai kata hutan, kebon, dan rawa.
Banyak hewan pernah berkeliaran bebas di Batavia, sebagaimana tercermin dari nama-nama Rawabadak, Rawabuaya, Gang Kancil, dan Jaga Monyet. Bahkan, menurut laporan dari abad ke-17, hewan liar seperti harimau masih ditemukan di sekitar hutan-hutan Batavia.
Mungkin yang paling banyak adalah buaya dan badak. Sebuah laporan menyebutkan buaya sering kali terlihat di beberapa sungai dalam kota. Bahkan pada tahun 1692 tiga orang laki-laki yang baru saja tiba dari Eropa hampir saja diterkam buaya besar yang lapar. Untung saja, mereka sempat menyelamatkan diri dengan cara memanjat tiang gantungan di dekat sungai tersebut.
Sebelumnya pada tahun 1659, 14 orang penebang kayu dimangsa harimau di daerah Kota sekarang. Beberapa budak yang bekerja di daerah Ancol juga mengalami nasib serupa. Menurut laporan A Herport, seorang Swiss, pada 1662, seorang Jawa yang sedang berjaga diterkam seekor harimau. Orang itu dibawa lari.
”Waktu kami tembak, harimau melepaskan kawan kita itu, tetapi dia terluka begitu parah sehingga mati,” kata Herport (Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, hal. 199).
Dia menambahkan laporannya demikian, ”Pada malam itu juga, kami masih melihat harimau-harimau lari karena mata-mata mereka menyala. Tetapi karena tembakan kami, mereka menjauh. Pada hari ketiga kami kembali ke sungai dan sepanjang hari menuju ke hulu. Di sepanjang kedua tepian, kami melihat banyak harimau dan badak...serta beberapa buaya”.
Pada 1762 pemerintah memberikan hadiah kepada para pemburu yang membunuh 27 ekor harimau dan macan kumbang di sekitar Batavia. Laporan selanjutnya mengatakan, sebelum Perang Dunia II orang masih pergi berburu babi hutan di sebelah Timur bekas bandar udara Kemayoran. Selama masa pendudukan Jepang, buaya masih tampak di beberapa sungai.
Adanya harimau, badak, dan buaya di Batavia juga pernah didokumentasikan dalam bentuk lukisan. Misalnya lukisan dua orang pribumi sedang menggotong mayat seekor harimau diiringi seorang sinyo Belanda.
Habitat yang semakin terdesak, membuat hewan-hewan itu menghilang, sebelum akhirnya punah dari tanah Batavia. Seharusnya lenyapnya harimau, badak, dan buaya dari Jakarta menjadi pelajaran yang berharga, namun tetap terulang di bumi kita karena keserakahan kita sendiri. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)
Banyak hewan pernah berkeliaran bebas di Batavia, sebagaimana tercermin dari nama-nama Rawabadak, Rawabuaya, Gang Kancil, dan Jaga Monyet. Bahkan, menurut laporan dari abad ke-17, hewan liar seperti harimau masih ditemukan di sekitar hutan-hutan Batavia.
Mungkin yang paling banyak adalah buaya dan badak. Sebuah laporan menyebutkan buaya sering kali terlihat di beberapa sungai dalam kota. Bahkan pada tahun 1692 tiga orang laki-laki yang baru saja tiba dari Eropa hampir saja diterkam buaya besar yang lapar. Untung saja, mereka sempat menyelamatkan diri dengan cara memanjat tiang gantungan di dekat sungai tersebut.
Sebelumnya pada tahun 1659, 14 orang penebang kayu dimangsa harimau di daerah Kota sekarang. Beberapa budak yang bekerja di daerah Ancol juga mengalami nasib serupa. Menurut laporan A Herport, seorang Swiss, pada 1662, seorang Jawa yang sedang berjaga diterkam seekor harimau. Orang itu dibawa lari.
”Waktu kami tembak, harimau melepaskan kawan kita itu, tetapi dia terluka begitu parah sehingga mati,” kata Herport (Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, hal. 199).
Dia menambahkan laporannya demikian, ”Pada malam itu juga, kami masih melihat harimau-harimau lari karena mata-mata mereka menyala. Tetapi karena tembakan kami, mereka menjauh. Pada hari ketiga kami kembali ke sungai dan sepanjang hari menuju ke hulu. Di sepanjang kedua tepian, kami melihat banyak harimau dan badak...serta beberapa buaya”.
Pada 1762 pemerintah memberikan hadiah kepada para pemburu yang membunuh 27 ekor harimau dan macan kumbang di sekitar Batavia. Laporan selanjutnya mengatakan, sebelum Perang Dunia II orang masih pergi berburu babi hutan di sebelah Timur bekas bandar udara Kemayoran. Selama masa pendudukan Jepang, buaya masih tampak di beberapa sungai.
Adanya harimau, badak, dan buaya di Batavia juga pernah didokumentasikan dalam bentuk lukisan. Misalnya lukisan dua orang pribumi sedang menggotong mayat seekor harimau diiringi seorang sinyo Belanda.
Habitat yang semakin terdesak, membuat hewan-hewan itu menghilang, sebelum akhirnya punah dari tanah Batavia. Seharusnya lenyapnya harimau, badak, dan buaya dari Jakarta menjadi pelajaran yang berharga, namun tetap terulang di bumi kita karena keserakahan kita sendiri. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)
Posting Komentar