Anda mungkin pernah mengalami kesulitan mencari pekerjaan atau masih mengalami saat ini. Semua upaya maksimal guna mendapatkan kesempatan itu juga sudah anda lakukan. Anda pun bertanya-tanya,"Sebenarnya apa yang kurang".
Bila ya, anda tidak sendiri. Sebuah riset di AS mungkin bisa menjadi jawabannya. Riset itu menyimpulkan, "Jika anda benar-benar menginginkan pekerjaan itu maka perhatikan sikap anda". Seperti misal, bagaimana anda berdiri dan duduk sangat mencerminkan kepribadian anda. Terakhir, performa anda ketika menghadapi menjadi kunci selanjutnya.
Tim riset yang berasal dari Kellogg School of Management, Northwestern University, Illinois mencatat pencari kerja yang tergolong bersikap"ekspansif" seperti tangan menempel di dada yang membusung kemudian dibarengi dengan salah satu kaki yang melintasi lutut secara psikologis memiliki makna berupa kekuatan, pola pikir abstrak dan mengambil banyak tindakan ketimbang rekan kerja mereka yang kebanyakan memiliki sikap "terbatas" semisal tangan diatas paha, bahu menurun dan kedua kaki menempel.
Dalam tiga riset berbeda, tim riset menyimpulkan pencari kerja berpola ekspansif cenderung menujukan semangat atau kekuatan lebih dari rekan kerjanya yang berposisi sama. Kecenderungan itu kian terlihat ketika mereka sudah menduduki posisi tertinggi dalam perusahaan. "Riset sebelumnya telah menunjukan bahwa terdapat banyak cara untuk menujukan kekuatan atau kredibilitas kita," papar salah seorang peneliti, Li Huang seperti dikutip dari Healthday, Senin (17/1).
Li Huang menjelaskan sikap merupakan faktor yang akan menentukan bagaimana pekerja meyakinkan dirinya layak untuk diterimma dalam sebuah perusahaan. Menurut dia, keinginan untuk bekerja dan kemapuan berpikir abstrak merupakan dua hal yang menunjukan kekuatan individu.
Sebelumnya, Li Huang bersama koleganya melibatkan 57 dan 77 partisipan pria dan wanita. Setiap partisipan diberikan aktivitas seperti arahan dan tugas. Dari aktivitas itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana respon partisipan berikut aksi yang dilakukan.
Dalam sebuah riset, partisipan dibagi menjadi dua kelompok. Pertama merupakan kelompok dengan sikap ekspansif. Kelompok kedua merupakan pribadi dengan sikap yang terbatas. Kedua kelompok tadi diberikan tugas untuk melengkapi tujuh potongan kata.
Riset selanjutnya, partisipan diminta untuk mengikuti permain kartu Blackjack. Mereka juga diinta untuk mengindentifikasi potongan gambar. Permainan karty bertujuan menilai seberapa kemampuan partisipan dalam bekerja. Sementara identifikasi potongan objek bertujuan menilai kemampuan abstrak pasrtisipan.
Pada riset terakhir, partisipan diminta untuk mengingat waktu dimana mereka memiliki kontrol atas seseorang atau suatu kejadian. Selanjutnya mereka harus memutuskan apakah akan mengambil tindakan dalam tiga skenario, termasuk meninggalkan lokasi kecelakaan pesawat untuk mendapatkan bantuan atau bergabung dengan kelompok tertentu untuk lari dari penjara.
Meskipun kenangan kekuasaan masa lalu atau subordinasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pilihan peserta, peneliti menemukan bahwa mereka yang bersikap ekspansif memiliki keinginan besar untuk bertindak,
"Orang cenderung berpikir tentang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus anda miliki berdasarkan guna mendapatkan peran dalam masyarakat atau sebuah organisasi," kata Amy JC Cuddy, asisten profesor, Harvard Business School. "Itu merupakan temuan yang cukup dramatis," tambah Cuddy, yang mengajar psikologis persuasi kekuasaan di Harvard, dan juga telah melakukan penelitian tentang pengaruh sikap.
Hasi risetnya, yang dikutip dalam penelitian ini, menunjukkan kekuasaanmenimbulkan perubahan fungsi sistem endokrin. Hormon testeteron mengalami peningkatan baik pada pria maupun wanita. Kenaikan itu juga dibarengi dengan penurunan tingkatkcortisol (hormon stress) pada pribadi ekspansif.
"Kami tidak mencoba untuk membuat laki-laki alfa atau Gordon Gekkos," kata Cuddy, mengacu pada tokoh protagonis agresif sekuel pertama film Wall Street yang dibuat tahun 1987. "Pribadi ekspansif sangat tidak tepat untuk pergi ke wawancara. Tentua dia akan mencoba mendominasi. Anda juga tidak ingin menunda terlalu banyak. Padahal dalam situasi wawancara pihak yang membutuhkan cenderung menginginkan kepercayaan dan kerjasama," katanya. (republika.co.id).
Bila ya, anda tidak sendiri. Sebuah riset di AS mungkin bisa menjadi jawabannya. Riset itu menyimpulkan, "Jika anda benar-benar menginginkan pekerjaan itu maka perhatikan sikap anda". Seperti misal, bagaimana anda berdiri dan duduk sangat mencerminkan kepribadian anda. Terakhir, performa anda ketika menghadapi menjadi kunci selanjutnya.
Tim riset yang berasal dari Kellogg School of Management, Northwestern University, Illinois mencatat pencari kerja yang tergolong bersikap"ekspansif" seperti tangan menempel di dada yang membusung kemudian dibarengi dengan salah satu kaki yang melintasi lutut secara psikologis memiliki makna berupa kekuatan, pola pikir abstrak dan mengambil banyak tindakan ketimbang rekan kerja mereka yang kebanyakan memiliki sikap "terbatas" semisal tangan diatas paha, bahu menurun dan kedua kaki menempel.
Dalam tiga riset berbeda, tim riset menyimpulkan pencari kerja berpola ekspansif cenderung menujukan semangat atau kekuatan lebih dari rekan kerjanya yang berposisi sama. Kecenderungan itu kian terlihat ketika mereka sudah menduduki posisi tertinggi dalam perusahaan. "Riset sebelumnya telah menunjukan bahwa terdapat banyak cara untuk menujukan kekuatan atau kredibilitas kita," papar salah seorang peneliti, Li Huang seperti dikutip dari Healthday, Senin (17/1).
Li Huang menjelaskan sikap merupakan faktor yang akan menentukan bagaimana pekerja meyakinkan dirinya layak untuk diterimma dalam sebuah perusahaan. Menurut dia, keinginan untuk bekerja dan kemapuan berpikir abstrak merupakan dua hal yang menunjukan kekuatan individu.
Sebelumnya, Li Huang bersama koleganya melibatkan 57 dan 77 partisipan pria dan wanita. Setiap partisipan diberikan aktivitas seperti arahan dan tugas. Dari aktivitas itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana respon partisipan berikut aksi yang dilakukan.
Dalam sebuah riset, partisipan dibagi menjadi dua kelompok. Pertama merupakan kelompok dengan sikap ekspansif. Kelompok kedua merupakan pribadi dengan sikap yang terbatas. Kedua kelompok tadi diberikan tugas untuk melengkapi tujuh potongan kata.
Riset selanjutnya, partisipan diminta untuk mengikuti permain kartu Blackjack. Mereka juga diinta untuk mengindentifikasi potongan gambar. Permainan karty bertujuan menilai seberapa kemampuan partisipan dalam bekerja. Sementara identifikasi potongan objek bertujuan menilai kemampuan abstrak pasrtisipan.
Pada riset terakhir, partisipan diminta untuk mengingat waktu dimana mereka memiliki kontrol atas seseorang atau suatu kejadian. Selanjutnya mereka harus memutuskan apakah akan mengambil tindakan dalam tiga skenario, termasuk meninggalkan lokasi kecelakaan pesawat untuk mendapatkan bantuan atau bergabung dengan kelompok tertentu untuk lari dari penjara.
Meskipun kenangan kekuasaan masa lalu atau subordinasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pilihan peserta, peneliti menemukan bahwa mereka yang bersikap ekspansif memiliki keinginan besar untuk bertindak,
"Orang cenderung berpikir tentang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus anda miliki berdasarkan guna mendapatkan peran dalam masyarakat atau sebuah organisasi," kata Amy JC Cuddy, asisten profesor, Harvard Business School. "Itu merupakan temuan yang cukup dramatis," tambah Cuddy, yang mengajar psikologis persuasi kekuasaan di Harvard, dan juga telah melakukan penelitian tentang pengaruh sikap.
Hasi risetnya, yang dikutip dalam penelitian ini, menunjukkan kekuasaanmenimbulkan perubahan fungsi sistem endokrin. Hormon testeteron mengalami peningkatan baik pada pria maupun wanita. Kenaikan itu juga dibarengi dengan penurunan tingkatkcortisol (hormon stress) pada pribadi ekspansif.
"Kami tidak mencoba untuk membuat laki-laki alfa atau Gordon Gekkos," kata Cuddy, mengacu pada tokoh protagonis agresif sekuel pertama film Wall Street yang dibuat tahun 1987. "Pribadi ekspansif sangat tidak tepat untuk pergi ke wawancara. Tentua dia akan mencoba mendominasi. Anda juga tidak ingin menunda terlalu banyak. Padahal dalam situasi wawancara pihak yang membutuhkan cenderung menginginkan kepercayaan dan kerjasama," katanya. (republika.co.id).
Posting Komentar