Iqyzain I Make Up Artist and Wedding Gallery 17.40

Pembuka

Disadari atau tidak, suka atau tidak suka, saat ini kita telah berada pada era global.  Dalam era seperti ini hubungan antar bangsa makin dekat, tetapi juga semakin kompleks. Pertukaran barang-barang makin cepat, lalu lintas manusia makin intensif, arus modal sudah mendunia dan persaingan dalam semua aspek kehidupan semakin keras.

Globalisasi menyediakan harapan, tetapi juga sekaligus menyimpan kecemasan. Banyak kesempatan terbuka pada era globalisasi, tetapi juga tidak sedikit ancaman yang harus diwaspadai, seperti kemungkinan lunturnya nilai-nilai kebangsaan, rusaknya lingkungan hidup dan sumber daya alam, bahkan sampai kemungkinan disintegrasi bangsa.

Itulah sebabnya dalam upaya menyikapi era global, segenap komponen bangsa perlu melakukan tindakan mawas diri, menyadari posisinya masing-masing, senatiasa meningkatkan kopetensi terutama bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur utama sumber daya manusia aparatur negara.

Kompetensi sumber daya manusia aparatur negara utamanya kompetensi para pemimpin maupun para kader pimpinan akan sangat menentukan terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance), daya saing bangsa dan pada akhirnya tujuan nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Good Governance, Daya Saing dan Tujuan Nasional

Good Governance saat ini dipandang sebagai paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem administrasi publik. Secara umum, Governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang dilayani dan dilindunginya. Governance mencakup 3 (tiga) domain yaitu state/negara/ pemerintahan), private sectors (sektor swasta/dunia  usaha), dan society (masyarakat).

Good Governance sektor publik diartikan sebagai suatu proses tata kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatkan stakeholders, terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik dan pemanfaatan beragam sumber daya seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia bagi kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan menganut asas: keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas (World Conference on Governance, UNDP, 1999).

Sejak terjadinya krisis moneter dan krisis kepercayaan yang mengakibatkan perubahan dramatis pada tahun 1998, Indonesia telah memulai berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan Good Governance, akuntabilitas dan partisipasi yang lebih luas. Ini sebagai awal yang penting dalam menyebarluaskan gagasan yang mengarah pada perbaikan governance dan demokrasi partisipatoris di Indonesia.

Paradigma Good Governance menekankan pada wujud kemampuan mengelola sumber daya pembangunan secara bersama dengan swasta dan masyarakat dengan baik, sehingga terhindar dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merugikan negara.

Institusi pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor dunia usaha menciptakan pekerjaan dan pendapatan, masyarakat berperan dalam membangun interaksi sosial, ekonomi, dan politik termasuk mengajak kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik. Untuk membangun Good Governance, dibutuhkan perubahan yang menuntut adanya ciri kepemimpinan pada masing-masing pihak yang memungkinkan terbangunnya partnership di antara stakeholders di dalam lokalitas tersebut. Partnership adalah hubungan kerja sama atas dasar kepercayaan, kesetaraan, dan kemandirian untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut UNDP (1997) Good Governance (tata kelola kepemerintahan yang baik), harus memiliki unsur-unsur berikut ini:

a.    Partisipasi

Setiap warga masyarakat harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.

b. Supremasi Hukum

Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh terutama aturan hukum tentang hak-hak asasi manusia.

c. Transparansi

Berbagai proses, kelembagaan, dan informasi dapat diakses secara bebas dan informasinya harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sebagai alat monitoring dan evaluasi.

d. Daya Tanggap

Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan.

e. Berorientasi Konsensus

Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak.

f.  Equity

Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang sama dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

g. Efektivitas dan Efisiensi

Kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya.

h. Akuntabilitas

Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor pemerintah, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik.

i.   Bervisi Strategis

Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia bersamaan dengan kebutuhannya.

j.  Saling Keterkaitan

Keseluruhan ciri good governance tersebut di atas adalah saling memperkuat dan saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri.

Prinsi-prinsip kepemerintahan yang baik juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 yakni: profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, dan supremasi hukum. 

Selanjunya Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menekankan bahwa Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi; dan asas efektivitas.

Indonesia sebagai sebuah negara besar yang merdeka dan memiliki cita-cita besar,  sudah tentu harus mampu bertahan dan terus berkembang ke depan menuju suatu kondisi dimana terwujud suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Cita-cita besar tersebut harus diperjuangkan dan diupayakan dengan sungguh-sungguh oleh seluruh anak bangsa dengan jiwa dan semangat nasionalisme baru yakni dalam bentuk peningkatan daya saing bangsa. Dalam semangat nasionalisme baru ini, hal-hal yang diperjuangkan dan diupayakan tidak hanya bertumpu pada apa yang hendak dilawan, melainkan lebih menekankan terhadap apa yang bisa ditawarkan, sehingga mampu menumbuhkengembangkan daya saing bangsa yang berkarakter Indonesia.

Daya saing bangsa yang berkarakter Indonesia pada hakekatnya adalah kemampuan bangsa indonesia bertahan dalam dinamika global dan menghasilkan produk yang memiliki standar internasional dan mampu mensejahterakan masyarakat yang berkeadilan dalam bingkai NKRI. Batasan ini menyiratkan bahwa di samping mampu menghasilkan produk yang memiliki standar internasional, yang sangat ditekankan dalam hal ini adalah kemampuan bangsa Indonesia untuk bertahan dalam dinamika global, mampu mensejahterakan masyarakat, berkeadilan dan tetap menjaga keutuhan NKRI.

Terkait dengan pemerintahan dan daya saing, Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menekankan bahwa pemerintahan daerah menjalankan     otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Sebagai konsekuensi dari batasan ini adalah peran dan campur tangan negara menjadi sangat penting dan sentral dalam semua bidang walau tidak berarti harus menjadi otoritarian. Hal ini sejalan dengan pendapat Paul Kennedy dalam bukunya yang berjudul Preparing for the Twenty-First Century. Dikemukakan bahwa betapapun terjadi pengaruh dari globalisasi dan kecenderungan transnasional yang berakibat erosinya atau merosotnya kekuasaan negara, tetapi eksistensi negara-bangsa belum dapat diganti dengan bentuk yang lain. Yang penting adalah bagaimana setiap negara-bangsa atau kawasan regional membawa diri secara tepat dalam menghadapi tantangan di masa depan. Baik buruk dan efektif tidaknya suatu pemerintahan sangat tergantung pada mesin birokrasi karena birokrasi penyelenggara pemerintahan negara, memegang peranannya yang sangat strategis dalam mewujudkan visi dan misi bangsa.

Kompetensi SDM Aparatur

Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) mengamanatkan bahwa untuk meningkatkan profesionalisme dan mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance), pusat maupun daerah, dilakukan pembangunan aparatur negara melalui reformasi birokrasi.

Permasalahan “birokrasi” (kantor penyelenggara kewenangan tugas kepemerintahan) yang mengemuka dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini antaranya adalah “tatanan organisasi dan manajemen pemerintah pusat yang belum mantap, desentralisasi yang menyulitkan koordinasi, format perangkat pemerintahan di daerah yang duplikatif, kompetensi aparatur yang memprihatinkan, dan agenda kebijakan yang tidak efektif dalam menghadapi permasalahan dan tantangan pembangunan bangsa”.

Semua itu mengindikasikan diperlukannya suatu grand strategy dalam penataan birokrasi secara sistemik, yang mempertimbangkan bukan saja keseluruhan kondisi internal birokrasi tetapi juga permasalahan dan tantangan strategik yang dihadapkan lingkungannya.  Dalam konteks perubahan internal tersebut,  reformasi birokrasi nasional perlu diarahkanan pada  (1) penyesuaian visi, misi, dan strategi, (2) perampingan organisasi dan penyederhanaan tata kerja, (3) pemantapan sistem manajemen, dan (4) peningkatan kompetensi sumber daya manusia.

Secara keseluruhan semua itu perlu disesuaikan dengan dimensi-dimensi spiritual SANKRI, nilai dan prinsip Good Governance dan Masyarakat Madani, dan tantangan lingkungan strategik yang dihadapi. 

Menurut Asmawi Rewansyah (2010) peranan strategis birokrasi meliputi: 1) Perumus kebijakan publik/pemerintah (melaksanakaan peranan/fungsi pengaturan/regulasi) agar terwujud keamanan, ketertiban, keteraturan, kedamaian dan keadilan dalam masyarakat; 2) Penyedia/produsen dan penyalur barang dan jasa layanan pemerintah kepada warga masyarakat (melaksanakan peranan/fungsi pelayanan); 3) Pemberdayaan warga masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi melalui pembangunan di berbagai bidang/sektor (melaksankan peranan/fungsi pemberdayaan); 4) Berfungsi/berperan   sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dari berbagai gangguan; dan 5) Berperan/berfungsi sebagai pengelola aset kekayaan Negara. Peranan strategis birokrasi tersebut menuntut suatu kondisi dimana kualitas birokrasi haruslah memadai sehingga mampu memerankan fungsi penting dan strategis tersebut dengan baik.

Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumber daya manusia aparatur negara perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world class). Sosok aparatur masa depan penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, rasional, inovatif, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Peningkatan profesionalisme aparatur perlu ditunjang integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut:
a.    Mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara;
b.    Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik;
a.    Berkemamapuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif, dan inovatif;
b.    Disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional;
c.    Memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas);
d.    Memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan; dan
e.    Memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.

PNS sebagai unsur utama sumber daya manusia aparatur negara dalam perjuangan mencapai tujuan nasional diharapkan memiliki kompetensi penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, profesional, berbudi luhur, berdaya guna, berhasil guna, sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, abdi masyarakat dan abdi negara di dalam negara hukum yang demokratis, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

Diklat Struktural dan Kompetensi Sdm Aparatur

Pembangunan   sumber  daya   manusia (human resource development) biasanya dimaknai sebagai pemberian kesempatan belajar atau berlatih kepada pekerja/pegawai dengan tujuan untuk membantu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kerja. Ini dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti: pendidikan, pelatihan, magang, dan sebagainya.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil menegaskan bahwa tuntutan nasional dan tantangan global untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) diperlukan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam penyelenggaraaan negara dan pembangunan.

Selanjutnya untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur  yang memiliki kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil melalui Pendidikan dan Pelatihan Jabatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.

Pendidikan dan Pelatihan Dalam Jabatan (Diklatpim Tingkat III) yang dilaksanakan saat ini diharapkan dapat  mewujudkan Para Eselon III dan Eselon IV (yang dipersiapkan untuk menduduki Eselon III) yang mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan sebaik-baiknya. 

Perlu ditekankan sekali lagi bahwa segala upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kompetesi SDM Aparatur, pada akhirnya bermuara pada cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945.

Oleh karenanya bagi semua pihak perlu terus diingatkan agar dalam proses mewujudkan cita-cita tersebut perlu senantiasa diuji dengan 4 (empat) konsensus dasar yang melandasi terbentuknya NKRI yakni apakah upaya-yang dilakukan:
a.    Akan menguatkan atau melemahkan keyakinan kita terhadap Pancasila?
b.    Sejalan atau tidak dengan amanat UUD 1945?
c.    Mengarah pada peningkatan atau penurunan penghargaan terhadap ke-Bhinneka Tunggal Ika-an? dan
d.    Mengarah pada keutuhan NKRI atau justru sebaliknya?

Penutup

Kesadaran untuk membentengi diri dengan nilai-nilai moral, etika dan nilai-nilai agama yang masing-masing kita anut menjadi suatu keharusan. Bagaimana pun, kepercayaan rakyat tergantung kepada sukses tidaknya kita sebagai aparatur pemerintah menahkodai negeri ini menuju kesejahteraan dan kemakmuran.

Untuk menjamin kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih bermartabat ke depan, kuncinya ada pada gererasi penerus bangsa yang tiada lain adalah anak-anak kita sendiri. Satu hal yang perlu saya tekankan bahwa cara efektif untuk mendidik anak-anak kita adalah melalui sifat keteladanan orang tua. Orang tua dituntut mampu memperlihatkan pada anak-anak tentang perilaku dan kebiasaan-kebiasaan terpuji seperti saling pengertian dan perhatian, sayang menyayangi, jujur dalam berucap, disiplin dengan waktu, patuh terhadap ajaran agama dan lain sebagainya. Tentu, hal ini juga sangat relevan untuk kita terapkan di lingkungan kerja masing-masing agar tercipta kondisi kerja yang penuh keakraban sekaligus menjunjung tinggi nilai-nilai integritas bangsa.

Saat ini dan ke depan, penguasaan terhadap teknologi informasi menjadi keharusan yang tak dapat dihindari oleh aparatur pemerintah, terutama para pejabat struktural. Mengerti dan menguasai teknologi informasi selain mempercepat dan mempermudah dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, juga memungkinkan kita terhindar dari jerat hukum peraturan perundang-undangan yang terkait dengan teknologi informasi tersebut seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yang lebih penting, mengerti dan menguasai teknologi informasi akan berdampak pada capaian hasil pembangunan nasional yang optimal sehingga terwujud kesejahteraan rakyat.

Tim Penyusun :
*    Ir. I Gede Suratha, M.MA. (Kepala Pusat Diklat Struktural dan Teknis Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri).
*    Zainudin, M.Si. (Widyaiswara Muda Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri.
*    Disusun sebagai bahan Ceramah Umum Diah Anggraeni (Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri) pada Pelaksanaan Diklat Kepemimpinan Tk. III di Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 03 Maret 2011.

Sumber Acuan
1.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
2.    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
3.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4.    Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
5.    Dokumen Kebijakan United Nations Development Programme (UNDP), Tahun 2007.
6.    Dadang Solihin dalam “Pemahaman Terhadap Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)”, disampaikan dalam Seminar Membangun Tata Kepemerintahan Yang Baik Dinas Tata Kota Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 15 November 2007.
7.    Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik Bappenas dalam “Modul Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kepemerintahan Yang Baik”, Jakarta Maret 2007.
8.    Zainudin dalam “Kendala Pembinaan SDM Aparatur”, Jurnal Pusat Diklat Kemendagri Regional Bandung, Bandung 2011.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.