PHYLOPOP.com - Pelengkap week end Phylovers minggu ini, Phylopop memposting tulisan tentang destinasi wisata Gunung Krakatau. Sebagai info awal, berikut Phylopop sarikan info tentang Krakatau.
Krakatau dahulu merupakan kepulauan berupa pegunungan vulkanik aktif yang berada di selat sunda, antara pulau sumatera dan pulau jawa. Gunung Krakatau sudah ada sejak zaman purba dan pernah terjadi letusan.
Berdasarkan situs wikipedia, catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:
"Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula…. Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera".
Berdasarkan catatan teks jawa kuno tersebut, ketinggian krakatau purba diperkiraan setinggi 2000 m. Wikipedia pun mencatat bahwa letusan krakatau purba ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.
Letusan gunung krakatau purba yang terjadi pada ratusan ribu tahun lalu tersebut, menghancurkan dan menenggelamkan 2/3 bagian krakatau purba. Akibat letusan tersebut, menyisakan 3 pulau, yaitu Pulau Rakata, Pulang Panjang, dan Pulau Sertung. Pertumbuhan lava yang terjadi didalam kaldera rakata membentuk 2 pulau vulkanik baru, yaitu Danan dan Perbuatan.
Krakatau Sebelum 1883
Pada tanggal 27 Agustus 1883, terjadi letusan mahadahsyat (skala VEI/Volcano Eruption Index = 6.0) yang menghancurkan 60% tubuh krakatau di bagian tengah sehingga terbentuk lubang kaldera sepanjang 7 km dan menyisakan 3 pulau kecil, yaitu Pulau Rakata, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang. Letusan krakatau tersebut dapat terdengar hingga 4600 km.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Dampak dari letusan gunung krakatau adalah tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang dan menimbulkan tsunami. Aktivitas gunung krakatau dimulai sejak tiga bulan sebelumnya. “Terjadilah letusan yang amat dahsyat…gumpalan abu menyembur ke udara setinggi 70 kilometer, dibarengi dengan tsunami. Ombak setinggi 40 meter menyapu habis pantai sebelah Sumatra dan Jawa di kawasan selat Sunda.
Pada tahun 1927, kurang lebih sekitar 43 tahun setelah gunung krakatau meletus, muncul gunung api dari kaldera purba yang masih aktif. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki. Ketinggian anak krakatau saat ini adalah 450 meter. Namun untuk para wisatawan, sejak letusan gunung anak krakatau tahun 2011, para wisatawan tidak dapat pergi ke puncak anak krakatau. Saat ini, para wisatawan hanya dapat mendaki gunung anak krakatau sampai ketinggian sekitar 200 meter / pos terakhir.
Suksesi Alam di Anak Krakatau
Proses kolonisasi jenis tumbuhan dan satwa di Pulau Rakata, Panjang, dan Sertung sudah berjalan cukup lama. Sedangkan untuk di anak krakatau sendiri baru berlangsung pada beberapa puluh tahun kemudian (sekitar 75 tahun kemudian). Di pulau anak krakatau, punggung gunung anak krakatau tidak ada tumbuhan yang hidup karena suhu yang tinggi dan kekurangan air. Namun di daerah tersebut dapat dijumpai tumbuhan pioner seperti gelagah (Saccharum spontaneum) yang bersimbiosis dengan Azospirillum lippoferrum. Pada bagian bawah yang telah ditumbuhi gelagah terjadi proses pelapukan pasir disekitarnya yang kemudian tumbuh jenis Melastoma affine dan tumbuhan jenis lainnya.
Berdasarkan catatan yang ada, saat ini terdapat beberapa jenis tumbuhan seperti terdapat 206 fungi, 13 jenis lichenes, 61 jenis paku-pakuan, dan 257 jenis spermatophyta. Untuk hewan tercatat ada tikus dan kalong untuk mamalia dan 40 jenis unggas / burung / aves, seperti Centropus bengalensis, Falco severus, Plegadis sp. Hewan reptilia terdapat biawak, penyu, dan ular.
Destinasi Wisata Yang Patut Dikunjungi
Anak krakatau mulai menjadi primadona bagi para wisatawan domestik, khususnya wisatawan asal Jabodetabek, Banten, dan Lampung. Anak krakatau mulai banyak dilirik karena lokasinya yang tidak begitu jauh dan menawarkan pemandangan yang tidak kalah menarik dibanding Bromo dan Semeru. Banyak wisatawan yang ingin menjejakkan kakinya untuk melihat lebih dekat anak krakatau, dan mengenal serta menggali informasi dari badan vulkanologi setempat mengenai sejarah krakatau dan perkembangan anak krakatau.
Wisatawan biasanya akan mengunjungi beberapa destinasi di pulau-pulau sekitar dekat anak krakatau dan wisatawan dapat menginap (homestay) di pulau Sebesi. Perjalanan dari Pulau Sebesi menuju Anak Krakatau ditempuh sekitar 90-120 menit perjalanan menggunakan kapal.
Saat kapal Phylovers berlabuh di pulau anak krakatau, Phylovers akan melihat pasir pantai yang berwarna hitam. Kemungkinan besar, pasir tersebut merupakan pasir erupsi krakatau. Tidak jauh dari area berlabuh kapal, terdapat tugu cagar alam krakatau dan beberapa rambu dan pengenalan mengenai krakatau.
Perhatikan dengan seksama rambu-rambu peringatan dan larangan yang ada selama Phylovers berkunjung di kawasan world heritage ini. Setiap wisatawan diwajibkan mematuhi setiap peraturan yang berlaku dan menjaga kebersihan kawasan serta tidak membawa dan merusak lingkungan kawasan.
Perlu diketahui bahwa dikawasan ini tidak ada sinyal selain indosat dan hanya berada di dekat pos pertama (pondok) Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Lampung. Air bersih pun tidak ada. Bila Phylovers ingin buang air kecil dan buang air besar, Phylovers harus mengambil air laut terlebih dahulu untuk digunakan di kamar mandi ala kadarnya yang berada di belakang pondok KSDA Lampung atau menggunakan cara lama dengan menggali lubang dan menutupnya segera setelah selesai. Untuk minum pun, petugas jaga KSDA Lampung, membawa air bersih dan minum yang di stok selama seminggu. Apabila air tersebut kurang, petugas biasanya akan mengambil air bersih dari pulau terdekat seperti mata air Pulau Sertung atau Pulau Sebesi.
Pada anak krakatau, terdapat alat pemantau aktivitas gunung berapi ini. Di kawasan ini, alat pendeteksi tersebut menggunakan tenaga solar cell untuk mengirimkan informasi ke Badan Vulkanologi Lampung dan Pusat. Bila terjadi peningkatan aktivitas gunung anak krakatau, alat pendeteksi ini akan langsung mengirimkan sinyal tersebut. Solar cell yang digunakan ada dua unit dengan dua buah aki yang ditanam didalam tanah.
Sayangnya, wisatawan sudah tidak dapat mendaki sampai puncak anak krakatau sejak tahun 2011 karena aktivitas gunung anak krakatau. Ketinggian gunung anak krakatau saat ini sekitar 450 meter sejak kemunculannya pada tahun 1927, atau dengan kata lain estimasi pertumbuhan tinggi anak krakatau sekitar 5-6 meter per tahun. Gunung anak krakatau akan tumbuh setiap tahun karena masih aktif dan adanya aktivitas lava di dalam gunung api ini.
Para wisatawan hanya akan dapat mendaki gunung anak krakatau sampai ketinggian sekitar 200 meter yang dapat ditempuh dalam waktu 30-45 menit sampai pos terakhir pendakian. Saat ada pengunjung, biasanya akan didamping petugas dari KSDA Lampung yang ditugaskan selama seminggu secara bergantian di Kawasan Anak Krakatau.
Dari pos terakhir anak krakatau, Phylovers akan melihat gunung rakata, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang. Pemandangan dari pos terakhir ini pun sangat memanjakan mata. Saat berkunjung, janganlah lupa untuk mengambil beberapa gambar sebagai kenangan selama berada di kawasan world heritage ini.
Krakatau dahulu merupakan kepulauan berupa pegunungan vulkanik aktif yang berada di selat sunda, antara pulau sumatera dan pulau jawa. Gunung Krakatau sudah ada sejak zaman purba dan pernah terjadi letusan.
Berdasarkan situs wikipedia, catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:
"Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula…. Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera".
Berdasarkan catatan teks jawa kuno tersebut, ketinggian krakatau purba diperkiraan setinggi 2000 m. Wikipedia pun mencatat bahwa letusan krakatau purba ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.
Letusan gunung krakatau purba yang terjadi pada ratusan ribu tahun lalu tersebut, menghancurkan dan menenggelamkan 2/3 bagian krakatau purba. Akibat letusan tersebut, menyisakan 3 pulau, yaitu Pulau Rakata, Pulang Panjang, dan Pulau Sertung. Pertumbuhan lava yang terjadi didalam kaldera rakata membentuk 2 pulau vulkanik baru, yaitu Danan dan Perbuatan.
Krakatau Sebelum 1883 |
Pada tanggal 27 Agustus 1883, terjadi letusan mahadahsyat (skala VEI/Volcano Eruption Index = 6.0) yang menghancurkan 60% tubuh krakatau di bagian tengah sehingga terbentuk lubang kaldera sepanjang 7 km dan menyisakan 3 pulau kecil, yaitu Pulau Rakata, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang. Letusan krakatau tersebut dapat terdengar hingga 4600 km.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Krakatau Setelah 1883 |
Pada tahun 1927, kurang lebih sekitar 43 tahun setelah gunung krakatau meletus, muncul gunung api dari kaldera purba yang masih aktif. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki. Ketinggian anak krakatau saat ini adalah 450 meter. Namun untuk para wisatawan, sejak letusan gunung anak krakatau tahun 2011, para wisatawan tidak dapat pergi ke puncak anak krakatau. Saat ini, para wisatawan hanya dapat mendaki gunung anak krakatau sampai ketinggian sekitar 200 meter / pos terakhir.
Krakatau Setelah 1927 |
Proses kolonisasi jenis tumbuhan dan satwa di Pulau Rakata, Panjang, dan Sertung sudah berjalan cukup lama. Sedangkan untuk di anak krakatau sendiri baru berlangsung pada beberapa puluh tahun kemudian (sekitar 75 tahun kemudian). Di pulau anak krakatau, punggung gunung anak krakatau tidak ada tumbuhan yang hidup karena suhu yang tinggi dan kekurangan air. Namun di daerah tersebut dapat dijumpai tumbuhan pioner seperti gelagah (Saccharum spontaneum) yang bersimbiosis dengan Azospirillum lippoferrum. Pada bagian bawah yang telah ditumbuhi gelagah terjadi proses pelapukan pasir disekitarnya yang kemudian tumbuh jenis Melastoma affine dan tumbuhan jenis lainnya.
Berdasarkan catatan yang ada, saat ini terdapat beberapa jenis tumbuhan seperti terdapat 206 fungi, 13 jenis lichenes, 61 jenis paku-pakuan, dan 257 jenis spermatophyta. Untuk hewan tercatat ada tikus dan kalong untuk mamalia dan 40 jenis unggas / burung / aves, seperti Centropus bengalensis, Falco severus, Plegadis sp. Hewan reptilia terdapat biawak, penyu, dan ular.
Kawasan Krakatau |
Anak krakatau mulai menjadi primadona bagi para wisatawan domestik, khususnya wisatawan asal Jabodetabek, Banten, dan Lampung. Anak krakatau mulai banyak dilirik karena lokasinya yang tidak begitu jauh dan menawarkan pemandangan yang tidak kalah menarik dibanding Bromo dan Semeru. Banyak wisatawan yang ingin menjejakkan kakinya untuk melihat lebih dekat anak krakatau, dan mengenal serta menggali informasi dari badan vulkanologi setempat mengenai sejarah krakatau dan perkembangan anak krakatau.
Wisatawan biasanya akan mengunjungi beberapa destinasi di pulau-pulau sekitar dekat anak krakatau dan wisatawan dapat menginap (homestay) di pulau Sebesi. Perjalanan dari Pulau Sebesi menuju Anak Krakatau ditempuh sekitar 90-120 menit perjalanan menggunakan kapal.
Saat kapal Phylovers berlabuh di pulau anak krakatau, Phylovers akan melihat pasir pantai yang berwarna hitam. Kemungkinan besar, pasir tersebut merupakan pasir erupsi krakatau. Tidak jauh dari area berlabuh kapal, terdapat tugu cagar alam krakatau dan beberapa rambu dan pengenalan mengenai krakatau.
Perhatikan dengan seksama rambu-rambu peringatan dan larangan yang ada selama Phylovers berkunjung di kawasan world heritage ini. Setiap wisatawan diwajibkan mematuhi setiap peraturan yang berlaku dan menjaga kebersihan kawasan serta tidak membawa dan merusak lingkungan kawasan.
Perlu diketahui bahwa dikawasan ini tidak ada sinyal selain indosat dan hanya berada di dekat pos pertama (pondok) Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Lampung. Air bersih pun tidak ada. Bila Phylovers ingin buang air kecil dan buang air besar, Phylovers harus mengambil air laut terlebih dahulu untuk digunakan di kamar mandi ala kadarnya yang berada di belakang pondok KSDA Lampung atau menggunakan cara lama dengan menggali lubang dan menutupnya segera setelah selesai. Untuk minum pun, petugas jaga KSDA Lampung, membawa air bersih dan minum yang di stok selama seminggu. Apabila air tersebut kurang, petugas biasanya akan mengambil air bersih dari pulau terdekat seperti mata air Pulau Sertung atau Pulau Sebesi.
Pada anak krakatau, terdapat alat pemantau aktivitas gunung berapi ini. Di kawasan ini, alat pendeteksi tersebut menggunakan tenaga solar cell untuk mengirimkan informasi ke Badan Vulkanologi Lampung dan Pusat. Bila terjadi peningkatan aktivitas gunung anak krakatau, alat pendeteksi ini akan langsung mengirimkan sinyal tersebut. Solar cell yang digunakan ada dua unit dengan dua buah aki yang ditanam didalam tanah.
Sayangnya, wisatawan sudah tidak dapat mendaki sampai puncak anak krakatau sejak tahun 2011 karena aktivitas gunung anak krakatau. Ketinggian gunung anak krakatau saat ini sekitar 450 meter sejak kemunculannya pada tahun 1927, atau dengan kata lain estimasi pertumbuhan tinggi anak krakatau sekitar 5-6 meter per tahun. Gunung anak krakatau akan tumbuh setiap tahun karena masih aktif dan adanya aktivitas lava di dalam gunung api ini.
Para wisatawan hanya akan dapat mendaki gunung anak krakatau sampai ketinggian sekitar 200 meter yang dapat ditempuh dalam waktu 30-45 menit sampai pos terakhir pendakian. Saat ada pengunjung, biasanya akan didamping petugas dari KSDA Lampung yang ditugaskan selama seminggu secara bergantian di Kawasan Anak Krakatau.
Dari pos terakhir anak krakatau, Phylovers akan melihat gunung rakata, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang. Pemandangan dari pos terakhir ini pun sangat memanjakan mata. Saat berkunjung, janganlah lupa untuk mengambil beberapa gambar sebagai kenangan selama berada di kawasan world heritage ini.
Posting Komentar