Iqyzain I Make Up Artist and Wedding Gallery 22.47

PHYLOPOP.com - Gadis remaja Afganistan usia 15 tahun yang disiksa berbulan-bulan dalam pernikahan hasil perjodohan akhirnya buka suara untuk pertama kalinya sejak diselamatkan pekan lalu. Ia mengatakan, dirinya berharap suami dan keluarga suaminya dijebloskan ke penjara karena telah melakukan penyiksaan terhadap dirinya.

Gadis malang itu, Sahar Gul, menjadi gambaran buram kondisi hak-hak perempuan Afganistan setelah diselamatkan pada akhir Desember lalu. Penyelamatan terjadi setelah pamannya melapor polisi. Begitu mendengar tentang penyiksaan itu, Presiden Afganistan, Hamid Karzai, telah menegaskan bahwa mereka yang bertanggung jawab akan dihukum.

Saat berbicara dalam sebuah wawancara pada hari Sabtu (7/1/2012) dari sebuah rumah sakit di Kabul, sebagaimana dilansir Daily Mail, Minggu, Gul menyalahkan suami, mertua, serta saudari suaminya atas penderitaan yang dialaminya. "Saya ingin mereka meringkuk di penjara," katanya. "Mereka menyeterum saya dengan sengatan listrik.... Mereka memukuli saya dengan kabel dan menyiksa saya."

Menurut Associated Press, Gul kini dirawat karena sejumlah luka antara lain jari-jari sobek dan kuku-kuku yang copot. Dokter yang merawat Gul, Feriba Omarzada, mengatakan, Gul mulai pulih, tetapi masih trauma. Gul mengalami penderitaan mental dan fisik serta memerlukan waktu perawatan beberapa minggu.

Polisi di Provinsi Baghlan, lokasi Gul diselamatkan, mengatakan, mertuanya mengurung dan menyiksa gadis itu setelah Gul menolak bekerja sebagai pekerja seks. Mertua dan saudara iparnya telah ditangkap. Namun, mereka menyangkal telah melakukan kejahatan. Pihak berwenang Afganistan telah menerbitkan surat perintah penangkapan bagi suaminya, yang bertugas di angkatan darat Afganistan.

Kisah Gul mengguncang Afganistan dan memicu desakan untuk segera mengakhiri pernikahan di bawah umur. Usia pernikahan legal di Afganistan 16 tahun, tetapi lembaga PBB, UN Women, memperkirakan, setengah gadis di negara itu dipaksa menikah sebelum usia 15 tahun. Sahar Gul dalam kondisi kritis ketika diselamatkan dari sebuah rumah di Provinsi Baghlan di utara Afganistan pekan lalu. Polisi mengatakan, mertua Gul mencabut kuku dan rambutnya, dan mengurungnya di kamar mandi ruang bawah tanah yang gelap selama sekitar lima bulan. Ia hanya diberi makanan dan air dalam jumlah sangat terbatas. Keluarga suaminya juga menyundut gadis itu dengan rokok dan mencungkili lukanya dengan tang.

Media lokal, Sabtu, melaporkan, Kepala Keamanan Provinsi Baghlan bagian utara, Jenderal Syed Zamanuddin Hussaini mengungkapkan, ayah mertuanya, yaitu Mohammad Aman, telah ditahan dengan bantuan penduduk di kota Pul-e-Khumri di utara negara itu. Jenderal Hussaini menambahkan, Mohammad Aman telah diajukan ke jaksa agung provinsi dan pasukan keamanan Afganistan sedang berupaya untuk menemukan suaminya. Aman membantah tuduhan bahwa ia menyiksa Gul. Ia mengatakan, gadis itu menderita gangguan kejiwaan.

Rahima Zarifi, kepala urusan perempuan di Baghlan, kepada kantor berita Reuters mengatakan, "Dia (Gul) menikah tujuh bulan lalu, dan berasal dari Provinsi Badakhshan. Mertuanya mencoba untuk memaksa dia jadi pekerja seks demi mendapatkan uang."

Gul penuh bekas luka dan memar. Enam hari setelah dia diselamatkan, sebelah matanya masih bengkak. Dia dirawat di sebuah rumah sakit pemerintah di Kabul, tetapi menurut para dokter, dia mungkin harus dikirim ke India.

"Ini merupakan salah satu kasus terburuk dari kekerasan terhadap perempuan Afganistan. Para pelaku harus dihukum sehingga yang lain bisa mendapat pelajaran dari kasus itu," kata menteri kesehatan Suraya Dalil kepada wartawan setelah bersama menteri urusan perempuan mengunjungi Gul, Sabtu.

Mohammad Zia, seorang pejabat polisi senior di Baghlan, yang membantu menyelamatkan gadis itu, mengatakan, ibu mertua Gul dan adik iparnya telah ditahan, tetapi suaminya telah melarikan diri. "Kami telah melancarkan perburuan serius untuk menangkap suaminya dan orang lain yang terlibat," kata Zia.

Meski ada kemajuan dalam bidang hak-hak dan kebebasan perempuan sejak Taliban tumbang 10 tahun lalu, kaum perempuan di seluruh Afganistan masih menghadapi risiko penculikan, perkosaan, pernikahan paksa, dan diperdagangkan sebagai komoditas. Selain itu, sulit bagi perempuan negeri itu untuk menghindari situasi kekerasan dalam rumah tangga karena adanya tekanan sosial dan kadang-kadang hukum untuk tetap bertahan dalam pernikahan.

Di negara itu, melarikan diri dari suami yang suka menyiksa atau perkawinan paksa juga dianggap "kejahatan moral". Di Afganistan, perempuan bisa dipenjara jika nekat melakukan hal itu. Sejumlah perempuan korban pemerkosaan telah dipenjara karena dianggap melakukan hubungan seks di luar pernikahan meski si perempuan dipaksa. Hubungan semacam itu tetap dianggap sebagai perzinahan, sebuah "kejahatan moral". (kompas.com).

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.