PHYLOPOP.com - Izin pertambangan di Indonesia bak jamur di musim hujan. Tumbuh subur merata di seluruh negeri. Tak pandang tempat dan kondisi, baik itu kawasan hutan, persawahan warga bahkan tempat tinggal masyarakat setempat. Tak heran, muncul reaksi perlawanan dari warga untuk menolak. Pemodalpun angkat senjata membabat siapa saja yang melawan dan menghalangi. Korban berjatuhan, seperti yang terjadi di Mesuji dan Bima yang marak diberitakan media.
Berikut 3 alasan kenapa pertambangan marak di negeri ini.
Pertama, hadiah bagi politisi atas dukungannya saat maju sebagai kepala daerah. Untuk daerah-daerah tertentu yang wilayahnya kaya tambang, mahar politik bukan sekadar setoran dana, tetapi juga izin pertambangan. Tentu saja kalau menang. Jadi tak perlu heran, seandainya ada politisi yang sebelum menjadi pejabat partai bermobil Toyota Kijang misalnya, kemudian melesat dengan Toyota Alphard terbaru setelah jadi petinggi partai.
Kedua, jatah kepada pejabat di Jakarta. Kalau dicari akte perusahaan penerima izin, hampir bisa dipastikan tidak akan ketemu nama pejabat di Jakarta yang terpajang. Sebab yang muncul adalah nama perpanjangan tangan atau “atas nama”. Biasanya, jatah diberikan kepada pejabat Jakarta yang memiliki kepanjangan tangan di daerah. “Utusan” di daerah itulah yang menjadi juru bicara pejabat. Tujuannya jelas, agar urusan penguasa daerah di pusat lancar-lancar saja.
Ketiga, izin sebagai komoditas yang diperdagangkan. Biasanya, model seperti ini izin diberikan kepada pengusaha. Modusnya, pengusaha melobi pemerintah daerah — dengan imbalan biaya tentunya — agar mendapatkan izin pertambangan. Pada bagian ini, pejabat di daerah yang jadi raja, karena menerima setoran dari pengusaha. Ongkosnya bisa miliaran rupiah. Belum lagi, pejabat daerah minta ada keluarganya yang disertakan.
Apa yang Shabat Phylo lakukan jika menghadapi perusahaan tambang yang masuk ke wilayah kita? Kasih tanggapanmu di sini ya. Trims.
Berikut 3 alasan kenapa pertambangan marak di negeri ini.
Pertama, hadiah bagi politisi atas dukungannya saat maju sebagai kepala daerah. Untuk daerah-daerah tertentu yang wilayahnya kaya tambang, mahar politik bukan sekadar setoran dana, tetapi juga izin pertambangan. Tentu saja kalau menang. Jadi tak perlu heran, seandainya ada politisi yang sebelum menjadi pejabat partai bermobil Toyota Kijang misalnya, kemudian melesat dengan Toyota Alphard terbaru setelah jadi petinggi partai.
Kedua, jatah kepada pejabat di Jakarta. Kalau dicari akte perusahaan penerima izin, hampir bisa dipastikan tidak akan ketemu nama pejabat di Jakarta yang terpajang. Sebab yang muncul adalah nama perpanjangan tangan atau “atas nama”. Biasanya, jatah diberikan kepada pejabat Jakarta yang memiliki kepanjangan tangan di daerah. “Utusan” di daerah itulah yang menjadi juru bicara pejabat. Tujuannya jelas, agar urusan penguasa daerah di pusat lancar-lancar saja.
Ketiga, izin sebagai komoditas yang diperdagangkan. Biasanya, model seperti ini izin diberikan kepada pengusaha. Modusnya, pengusaha melobi pemerintah daerah — dengan imbalan biaya tentunya — agar mendapatkan izin pertambangan. Pada bagian ini, pejabat di daerah yang jadi raja, karena menerima setoran dari pengusaha. Ongkosnya bisa miliaran rupiah. Belum lagi, pejabat daerah minta ada keluarganya yang disertakan.
Apa yang Shabat Phylo lakukan jika menghadapi perusahaan tambang yang masuk ke wilayah kita? Kasih tanggapanmu di sini ya. Trims.
Posting Komentar