Iqyzain I Make Up Artist and Wedding Gallery 17.15
PHYLOPOP.comSaya mengunjungi Beijing secara spontan. Begitu tahu akan ditugaskan ke Seoul, saya iseng memasukkan permohonan visa Cina. Mengurus visa negara dengan jumlah penduduk terbanyak ini serasa seperti mengirim surat di kantor pos.

Sebabnya, ada pilihan durasi proses pembuatan visa. Ada yang reguler (4 hari kerja), 1 hari kerja dan ekspres (selesai pada hari itu juga). Berhubung paspor harus menginap juga di kedutaan besar Korea Selatan, saya terpaksa memilih pengurusan visa satu hari selesai dengan harga yang, ya ampun, mahal.

Berhubung spontan, saya tidak sempat melakukan riset penginapan beradab lewat Internet. Alhasil, tempat menginap malam pertama saya pun sebuah bencana. Di tengah suhu minus 10 derajat Celcius, kamar saya tidak ada mesin penghangat. Satu-satunya penghangat hanyalah selimut yang entah diisi apa, terasa berat tetapi memang hangat.

Kamar mandinya pun (yang digunakan bersama penghuni hostel lain) benar-benar tidak layak pakai.

Satu-satunya hal positif dari tempat penginapan itu adalah lokasinya yang strategis. Saya tidak mau lagi sembarang memesan tempat penginapan lewat Internet tanpa survei dan tidak terpancing oleh harga murah.

Beruntung Beijing adalah kota turis nomor satu di Cina, sehingga saya tidak kesulitan mencari tempat penginapan baru yang lebih manusiawi dekat-dekat situ. Setelah masalah penginapan selesai, daftar tempat yang ingin dikunjungi di Beijing sangat panjang.


Tian Tan atau Temple of Heaven. Foto: Thinkstock

Lokasi-lokasi wisata di Beijing terletak berdekatan. Dan semenjak awal menginjakkan kaki di Beijing, saya langsung terpesona dengan keindahan bangunan peninggalan sejarah yang terawat rapi.

Dari tempat penginapan yang tidak layak itu, hanya sepuluh menit berjalan kaki ke Tian Tan (Temple of Heaven). Kompleks kuil ini dibangun pada 1406 dan biasa digunakan oleh para kaisar dinasti Ming dan Qing berdoa untuk hasil panen yang bagus.

Bangunan yang paling menonjol dari kompleks ini adalah aula untuk berdoa yang dibangun di atas tiga lapisan lantai marmer dan lapangan bundar di sampingnya — yang juga dibangun dari lantai marmer. Yang terakhir ini dikenal dengan dinding gema.

Kabarnya, jika kita berdiri di tengah-tengah, dan mengatakan sesuatu, suara akan terdengar sampai jarak yang cukup jauh dari lingkaran lantai tersebut. Saya dan teman sempat mencoba, tetapi mungkin karena banyak turis ikut mencoba usaha kita pun gagal.



Namun, berdiri di tengah-tengah lantai bundar itu menjadi kenangan tidak terlupakan karena di sisi kiri terlihat matahari yang mulai terbenam. Sedangkan di depan mata, jajaran pohon cemara yang tertata rapi, dan di sekeliling gedung-gedung tua khas Cina merupakan pemandangan yang indah dinikmati. Pantas jika UNESCO memasukkan Tian Tan dalam daftar peninggalan budaya.

Tidak jauh dari Tian Tan, ada “pasar mutiara” Hong Qiao. Judulnya memang pasar mutiara, tapi begitu sampai di sana, dijamin langsung bikin perut mulas. Segala macam barang dijual di sini. Mulai yang tidak bermerek sampai yang aspal (tiruan dengan berbagai tingkatan kualitas).



Harga-harganya super murah! Mulai dari makanan, baju, aksesori, obat-obatan tradisional, interior rumah sampai barang elektronik. Saya curiga dari sinilah asal-muasal barang-barang yang sering dijual di FO ataupun mal sekelas ITC Ambassador.

Saya pun kalap. Selama delapan hari saya di Beijing, hampir setiap dua hari sekali saya dan teman berusaha selalu mampir di sini. Selalu ada saja yang menarik untuk dibeli dan dikoleksi.

Oleh Syanne Susita

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.