PHYLOPOP.com - Setidaknya ada 2 alasan kenapa harus berpikir matang sebelum menentukan pilihan transmisi. Pertama, semua pasti setuju girboks matik itu nyaman. Sayangnya, bila kebutuhan Anda tak sesuai dengan spesifikasi canggihnya, salah-salah malah jebol.
Kedua, tipikal transmisi matik di tiap mobil berbeda-beda. bila salah memilih jenis mobilnya, malah bisa berakibat jadi enggak nyaman – karena berbeda dengan ekspektasi.
Girboks manual
Jenis umum dan populer di Indonesia. Padahal di negara tetangga kita saja, Malaysia atau Thailand, yang terjadi malah sebaliknya.
Secara teknologi, tipe ini paling konvensional sehingga pemakaian serta ongkos perawatannya juga lebih bersahabat. Namun, jenis ini memerlukan lebih banyak gerak tubuh, apalagi saat di jalan macet.
Dan karena pengoperasiannya masih dilakukan manusia, kerusakan akibat human error pun kerap terjadi. Paling sering pada musim liburan. Banyak pengemudi yang kebiasaan menginjak setengah kopling, akhirnya mogok di tengah jalan lantaran pelat koplingnya selip.
Hal lain yang membuat kebiasaan ini makin menjamur adalah tak berfungsinya rem tangan, jadi hanya mengandalkan kopling saat di tanjakan.
Jika manual menjadi pilihan Anda, pastikan betul perpindahan gigi tidak seret, dan kopling masih mampu mencengkeram dengan baik.
Girboks matik
Sesuai namanya, perpindahan gigi transmisi ini bekerja secara otomatis. Anda ibarat menyopiri boom-boom car yang cuma perlu injak gas dan rem.
Kalau Anda mencari kenyamanan, tak salah bila memakai matik. Tapi walau demikian, tak semua tipe otomatis nyaman. Bukan karena teknologinya, namun “pasangannya”, yaitu mesin dan bodi. Postur mobil matik yang benar-benar nyaman adalah mobil Eropa ber-cc besar.
Kecocokan ini merupakan kunci kenyamanan mobil matik, lantaran karakter girboks ini beda dengan manual. Sebab saat bermanuver berhenti di lampu merah misalnya, mesin akan terus memutar roda sampai posisi berhenti tanpa bantuan engine brake seperti versi manual.
Manuver seperti ini menimbulkan lebih banyak entakan. Apalagi bila konstruksi suspensi konvensional, seperti umumnya dimiliki mobil buatan Asia. Beda di suspensi Eropa yang lebih mampu meredam entakan.
Soal kapasitas mesin juga berpengaruh. Makin besar kapasitas mesin, makin nyaman. Sebab, tanpa menyentuh kick-down pun, keperluan tenaga untuk akselerasi masih bisa disuplai. Idealnya, matik berpasangan dengan mesin di atas 1.800 cc.
Sedangkan mesin kecil bisa cocok dengan matik, asal berjenis CVT (continuously variable transmission). Dengan transmisi ini tenaga tidak akan mubazir, karena tidak ada perpindahan gigi yang menurunkan putaran mesin secara drastis.
Karena kerjanya diatur otomotis, risiko matik rusak akibat kesalahan pakai juga lebih kecil dari manual. Selama rajin ganti oli, masa pakai matik biasanya sangat lama – bisa melebihi klaim pabrik. Malah angka 10 tahun bukan mustahil dilalui dengan mulus saja.
Namun jika rusak ongkosnya memang lebih mahal, seperti pelat kopling matik Toyota Great Corolla yang harganya Rp 6 jutaan satu set. Malah di kelas sedan mewah, harga satu set kopling matik bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Hanya akselerasi awal yang jadi kelemahan matik. Tapi kalau gaya driving Anda normal, kekurangan ini terbayar dengan kenyamanannya.
Kalau aki tiba-tiba ngadat, matik juga tak bisa dihidupkan “manual” dengan cara dorong. Tapi hal ini masih bisa diantisipasi dengan men-jumper dari accu lain atau power supply portable yang banyak dijual. (autobildinindonesia.com).
Posting Komentar