PHYLOPOP.com. Peristiwa Isra' Mi'raj adalah peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa' dan dari Masjidil Aqsa' ke Sidhratul Munthaha. Dalam perjalanan suci itu, Rasulullah menerima wahyu untuk mengerjakan shalat lima waktu sebagaimana yang kita laksanakan saat ini. Permasalahnya, jika peristiwa itu merupakan awal mula perintah shalat, benarkah sebelum pristiwa itu nabi mengerjakan shalat? Jika benar, shalat apa gerangan?
----
Pertama kali perlu diingat bahwa kewajiban shalat lima waktu memang ditetapkan Allah SWT ketika Rasulullah melaksanakan Mi'raj. Tetapi ini tidak berarti bahwa beliau belum melaksanakan shalat sebelum terjadinya peristiwa itu. Jika kita membuka surah al-Alaq, maka kita akan menemukan ayat yang berbunyi "Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat?" (QS. al-Alaq: 9-10).
----
Pertama kali perlu diingat bahwa kewajiban shalat lima waktu memang ditetapkan Allah SWT ketika Rasulullah melaksanakan Mi'raj. Tetapi ini tidak berarti bahwa beliau belum melaksanakan shalat sebelum terjadinya peristiwa itu. Jika kita membuka surah al-Alaq, maka kita akan menemukan ayat yang berbunyi "Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat?" (QS. al-Alaq: 9-10).
Para ulama sepakat menyatakan bahwa seorang hamba yang dilarang adalah Rasulullah SAW dan yang melarang adalah Abu Jalal. Pelarangan ini disepakati terjadi di awal masa kenabian dan sebelum peristiwa Mi'raj.
Memang, seperti disabdakan Nabi, "Tidak ada baiknya suatu agama yang tidak ada shalatnya". Karena itu, dapat dipastikan bahwa sebelum Mi'raj, Nabi telah mengerjakan shalat. Hanya saja para ulama menyatakan bahwa pada mulanya shalat yang dilaksanakan Nabi SAW hanyalah dua kali sehari. Dan shalat ketika itu sedikit banyak berbeda dari shalat yang kita kenal sekarang.
Memang, dalam setiap banyak kewajiban dan larangan agama, Allah SWT menemupuh cara penahapan. Bahkan pada mulanya masih dibenarkan bercakap-cakap dalam shalat (sama dengan dibolehkannya berbicara saat melakukan tawaf).
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Abdullah Bin Mas'ud menyatakan "Kami tadi mengucapkan salam kepada Nabi sewaktu beliau tengah mengerjakan shalat dan beliau menjawab shalat kami. Ketika kami kembali dari Najasyi (penguasa Ethiopia yang melindungi kaum Muslim yang berhijrah ke sana), kami mengucapkan salam kepada beliau, tetapi beliaua tidak (lagi) menjawabnya. Ketika kami tanyakan hal itu kepada beliau, beliaua menjawab "Dalam shalat ada kesibukan (menghadap Allah)".
Zayd bin Arqam menuturkan "Kami tadinya berbicara dalam shalat. Seseorang bercakap-cakap dengan orang yang berada di sampingnya, sampai turunya firman Allah : Berdirilah karena Allah dalam shalatmu dengan khusyuk (QS. al-Baqarah:238)". Ayat ini termasuk ayat yang turun di Madinah.
Terkait benar tidaknya Nabi mengerjakan shalat sebelum peristiwa Isra' Mi'raj, ada hadis yang mengungkapnya. Akan tetapi, seandainya hadits ini shahih kemudian kita merujuk pada hadits lain, dan menganalogikan dengannya, maka agaknya kita akan dapat menduga bahwa shalat yang Beliau laksanakan itu adalah shalat sunnah Safar.
Dalam hal ini, ditemukan sebuah hadits berikut ini "Tidak ada sesuatu pun yang ditinggalkan seseorang untuk keluarganya lebih baik dari dua rakaat yang dilaksanakan di tengah-tengah mereka sewaktu hendak bepergian".
Memperingati Peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW, 27 Rajab 1432 H
Kamis, 29 Juni 2011
M. Quraish Shihab
dalam "1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui".
Cetakan Maret 2011, hal. 58-58.
Posting Komentar