Tips Membangun Kontak Batin dengan Anak Asuh
PHYLOPOP.com - Sifat keibuan, rasa cinta, kasih sayang, dan menyenangi anak-anak mungkin sudah ada di setiap perempuan. Itu pula yang dapat menggambarkan Sri Yuniarti ibu pengasuh yayasan SOS Kinderdorf di Children's Village Lembang, Bandung, Jawa Barat.
Selama 17 tahun, hidupnya diserahkan untuk mengasuh anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan pengasuhan dan kasih sayang dari orangtua kandung. Kini saat
memasuki masa pensiunnya, ia masih teringat awal menjadi ibu bagi anak-anak asuhnya.
Yuni ikut bergabung dengan SOS Kinderdorf sejak 1995. Ia sendiri tidak tahu-menahu tentang SOS Kinderdorf.
"Saat saya masih di Surabaya, saya melihat lamaran di koran untuk menjadi seorang pengasuh dan tidak tahu mengenai SOS Kinderdorf pada awalnya," tutur Yuni.
Yuni mengaku ia melamar sebagai pengasuh di SOS Kinderdorf Semarang melalui iklan lowongan pekerjaan di koran. Sebelum benar-benar menjadi seorang ibu asuh di SOS Kinderdorf, terlebih dahulu ia menjalani beberapa tahap pelatihan dan tes.
"Dulu begitu bergabung di sini, saya menjalani psikotes, pelatihan, live in beberapa bulan, dikarantina," ungkap Yuni.
Selain itu, syarat untuk menjadi pengasuh di SOS Kinderdorf ialah tidak boleh menikah atau selama di dalam perkampungan tidak boleh membawa keluarga. Syarat itu dinilai Yuni tidak terlalu bermasalah. Apalagi ia baru selesai proses perceraian dan hak asuh anak-anaknya jatuh ke suaminya.
"Sejak pisah dengan suami saya, anak-anak dibawa oleh suami. Ya, mantan suami yang meminta dan anak-anak pun meminta agar tidak menjadi beban bagi saya. Sejak saya pertama kali bergabung dengan SOS Kinderdorf anak-anak kandung saya pun sudah besar," ungkap Yuni.
Selama di SOS, sudah 25 anak asuh berada dalam naungannya. Kini semuanya sudah bekerja dengan berbagai profesi. Namun, komunikasi tetap terjalin di antara mereka.
"Anak-anak asuh saya banyak yang bekerja di kota, berhasil atau tidak, ya, rezeki masing-masing, tapi saya senang mereka masih ingat saya," ujar Yuni yang sudah mulai memasuki masa pensiun.
Anak-anak yang sudah dianggapnya sebagai anak kandungnya itu kerap menghubunginya melalui telepon atau pesan singkat (short message service/SMS).
"Mereka kadang-kadang telepon saya atau SMS saya menanyakan kabar saya," tambahnya.
Guru
Menjadi ibu asuh mungkin tidak terlintas dalam pikiran Yuni. Sebelum bergabung dengan SOS, Yuni berprofesi sebagai sekretaris dan surveyor di sebuah perusahaan asuransi.
Dengan gaji yang besar di perusahaan asuransi, Yuni masih merasakan ada yang hampa. Lowongan sebagai pengasuh itu membuatnya berpikir dan ia tidak ingin melepas kesempatan. Pada 1995, ia pun memilih berpindah profesi. Kini rasa hampa itu telah terisi oleh kehangatan dari para anak asuhnya.
"Di sini saya merasa nyaman dan banyak anak," ujar Yuni.
Keterlibatannya dalam dunia anak-anak mungkin terpengaruh oleh cita-citanya, menjadi seorang guru. Ia bahkan mengambil jurusan bahasa Inggris di Akademi Bahasa Asing (ABA).
"Jadi kalau anak-anak kesulitan dalam pelajaran bahasa Inggris, saya bisa bantu sedikit-sedikit," tutur Yuni.
Di masa tuanya, wanita kelahiran Bojonegoro itu mengisi hari-harinya dengan mengasuh anak-anak dengan penuh kasih sayang seperti anak kandung sendiri.
Nakal
Dunia anak-anak memang penuh keceriaan dan kesenangan. Terkadang kenakalan timbul dan anak-anak susah untuk diatur. Itu pula yang dirasakan Yuni, yang terkadang kesal melihat kenakalan anak asuhnya.
"Terkadang kalau mereka bandel-bandel, saya marahin juga supaya mereka bisa diatur," ungkap Yuni.
Dengan rasa keibuan dan kasih sayang, Yuni mendidik sekalipun mereka sangat nakal. "Pernah saya juga memarahi mereka karena bandel, tetapi tidak sampai melukai. Namun, pada intinya saya sayang terhadap mereka," imbuh Yuni.
Ketika kekesalannya memuncak, Yuni kembali ingat mereka membutuhkan kasih sayang dan perhatian keluarga. Mereka sudah tidak menerima hal itu dari keluarga kandung.
"Saya merasa kasihan, ada di antara anak asuh saya yang ditinggal oleh orangtua sejak lahir dan ditinggal di rumah sakit," tuturnya.
Yuni selalu menganggap anak-anak asuhnya sebagai anak kandung meski mereka sudah pada dewasa dan bekerja.
Yuni masih ingat akibat pergaulan bebas, seorang anak asuhnya kabur dari SOS. Hingga kini ia tidak pernah kembali dan menurut kabar yang beredar, anak itu menetap di rumah kakaknya di Lampung.
"Pernah saya punya pengalaman anak yang diasuh saya kabur, padahal anak kelas 3 SMP yang sedang menghadapi ujian nasional," ungkap Yuni.
Memang sebagian besar anak yang berada di SOS Kinderdorf ialah yatim piatu. Namun, ada sebagian yang masih memiliki orangtua. Alasan mereka anak dalam keluarga itu terlalu banyak sehingga tidak terurus. Jadi pada saat liburan sekolah, mereka diizinkan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Hingga suatu saat, ada anak asuh Yuni yang enggan pulang. Ia bahkan meminta izin kepada SOS untuk terus berasrama bersama Yuni. "Ada anak yang tidak mau pulang sama sekali dan ingin terus ikut saya," kata Yuni.
Jelang masa pensiunnya, Yuni mengaku sedih harus berpisah dengan anak-anak asuhnya. Ia berusaha meyakinkan anak-anaknya untuk tabah melepasnya pensiun. Apalagi ia akan pindah dari Lembang, Bandung, Jawa Barat, menuju Surabaya, Jawa Timur.
"Walaupun saya pensiun nanti dan pulang ke Surabaya, saya tidak lupa dengan anak-anak. Mungkin saya sesekali akan berkunjung ke sini dan melihat anak-anak," tuturnya (media indonesia).
Posting Komentar