PHYLOPOP.com - Bagi aparatur pemerintah, khususnya pegawai negeri baik pusat dan daerah, tentu sudah sangat familiar dengan istilah pendidikan dan pelatihan, baik Diklat Prajabatan (Golongan I, II dan III) maupun Diklat Dalam Jabatan (Diklat Kepemimpinan, Diklat Teknis dan Diklat Fungsional).
Pertanyaan mendasar tulisan ini adalah kenapa dari sekian banyak Diklat, hanya Diklatpim yang dibahas? Tentu banyak alasan yang menyertai, tapi satu-satunya alasan yang bisa penulis ungkap melalui kesempatan ini adalah karena Diklatpim adalah jenis Diklat yang “seksi” bagi aparatur pemerintah (PNS).
Kenapa seksi? Seksi karena Diklat ini sedikit banyak membawa pengaruh bagi masa depan dan karir PNS itu sendiri. Namun melihat perkembangan terkini tentang Diklatpim, rasanya alasan yang paling relevan untuk saat ini adalah karena sejak Januari 2014, LAN-RI sebagai Instansi Pembina Diklat memberlakukan ketentuan baru tentang Diklatpim.
Untuk itu, pada kesempatan ini, ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan terkait penyelenggaraan Diklatpim pola baru ini. Semoga ini bisa bermanfaat buat pembaca dimana pun, terutama mereka yang bertanya-tanya tentang “ada apa sih dengan Diklatpim Pola Baru?”
Pertama, dalam rangka sosialisasi dan penyamaan persepsi tentang Diklatpim Pola Baru, LAN-RI sejak awal tahun 2014 gencar melakukan fasilitasi penyelenggaraan Training of Facilitators (ToF) dengan Lembaga Diklat Pemerintah baik pusat dan daerah (instansi vertikal dan Pemrov). Instansi vertikal yang pertama kali difasilitasi LAN-RI untuk penyelenggaraan ToF adalah Badan Diklat Kemendagri melalui Pusat Diklat Kemendagri Regional Yogyakarta. Hingga saat ini dan ke depan, LAN-RI secara maraton terus melakukan fasilitasi penyelenggaraan ToF tersebut di seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah.
Kedua, penyelenggaraan ToF merupakan salah satu langkah konkrit dalam rangka menyongsong pemberlakuan penyelenggaraan Diklatpim pola baru sebagaimana diamanatkan melalui Perka-LAN Nomor 10 Tahun 2013 untuk Diklatpim Tk. I, Perka-LAN Nomor 11 Tahun 2013 untuk Diklatpim Tk. II, Perka-LAN Nomor 12 Tahun 2013 untuk Diklatpim Tk. III dan Perka-LAN Nomor 13 Tahun 2013 untuk Diklatpim Tk. IV.
Sebagaimana kita ketahui bersama, peraturan-peraturan tersebut merupakan wajah baru dalam rangka reformasi penyelenggaraan Diklat yang ditetapkan oleh Instansi Pembina LAN-RI.
Ketiga, kompetensi yang diharapkan dalam penyelenggaraan Diklatpim adalah kompetensi kepemimpinan operasional dan taktikal yang diindikasikan dengan kemampuan mengembangkan dan membangun karakter dan sikap perilaku integritas, menyusun rencana kegiatan, menjabarkan visi dan misi instansi, melakukan kolaborasi secara internal dan eksternal, melakukan inovasi, dan mengoptimalkan potensi internal dan eksternal organisasi.
Kompetensi tersebut dapat dicapai dengan rancangan struktur kurikulum yang meliputi tahap diagnosa kebutuhan perubahan, tahap taking ownership (breakhthrough I), tahap merancang perubahan dan membangun tim, tahap laboratorium kepemimpinan (breakhthrough II), dan tahap evaluasi.
Keempat, pembaharuan Diklatpim ini tentu disertai berbagai pertimbangan, di antaranya karena selama ini efektivitas Diklat dalam pembentukan karakter dan integritas pimpinan masih rendah, kurikulum dan metoda pembelajaran belum mampu mendorong terbentuknya pemimpin perubahan, terlalu banyak mata Diklat yang tidak fokus pada penguatan kapabilitas kepemimpinan, metoda pembelajaran tidak berbasis pengalaman, penjaminan kualitas lembaga penyelenggara Diklat belum berjalan secara optimal, dan pembinaan Widyaiswara belum berjalan dengan baik.
Kelima, esensi perubahan pola penyelenggaraan ini mengarah kepada Diklat berbasis kompetensi dan dalam hal ini Badan Diklat Kemendagri telah menerbitkan Permendagri Nomor 2 Tahun 2013 tentang Diklat Berbasis Kompetensi. Perubahan tersebut meliputi tujuan Diklat, kurikulum, metode, media, sarana dan prasarana, Widyaiswara, penyelenggara, anggaran, waktu.
Arah perubahan masing-masing Diklat adalah (1) Diklat Kepemimpinan, peserta diarahkan untuk melakukan perubahan (reform) di instansi masing-masing sesuai dengan Tupoksinya; (2) Diklat Prajabatan, peserta diarahkan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar (core values) dalam sektor publik; (3) Diklat Fungsional, peserta diarahkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang inovatif di bidang fungsional; dan (4) Diklat teknis, peserta diarahkan untuk mampu melaksanakan pekerjaan teknis.
Keenam, menyadari perubahan tersebut banyak hal yang harus dipersiapkan baik oleh penyelenggara Diklat maupun oleh instansi asal peserta, yakni perubahan orientasi penyelenggaraan Diklat dari pengumpul PNBP/penerimaan menjadi pembentukan kualitas kepemimpinan, penyiapan sarana dan prasarana diklat (fasilitas diskusi kelompok), alokasi anggaran untuk pemberdayaan Widyaiswara (metodologi yang inovatif, peningkatan kapasitas sebagai coach dan counselor, dll), melakukan proses seleksi awal yang lebih ketat (calon peserta akan dipromosikan), Diklat menjadi bagian dari perencanaan karir PNS, mengidentifikasi problema yang dialami instansinya dan dapat menjadi arena pembelajaran dari para peserta, memberi otorisasi kepada peserta untuk melakukan kegiatan perubahan, dan menyediakan mentor bagi peserta (atasan).
Harapannya dengan kebijakan Diklatpim Pola Baru ini mampu melahirkan pemimpin perubahan yang membawa kebaikan bagi penyelenggaraan pemerintahan ke depan. Terlepas apakah tujuan itu mampu diraih dengan Diklatpim atau tidak, penulis tidak terlalu mempersoalkan. Yang terpenting saat ini adalah kebijakan apa pun itu haruslah berlandaskan kepada upaya bersama untuk mewujudkan cita-cita luhur menuju rakyat yang sejahtera. Sekecil apapun upaya itu, perlu didukung bersama.
Demikian Phylovers semoga tulisan ini bermanfaat.
Penulis :
Zainudin, M.Si.
Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
Pertanyaan mendasar tulisan ini adalah kenapa dari sekian banyak Diklat, hanya Diklatpim yang dibahas? Tentu banyak alasan yang menyertai, tapi satu-satunya alasan yang bisa penulis ungkap melalui kesempatan ini adalah karena Diklatpim adalah jenis Diklat yang “seksi” bagi aparatur pemerintah (PNS).
Kenapa seksi? Seksi karena Diklat ini sedikit banyak membawa pengaruh bagi masa depan dan karir PNS itu sendiri. Namun melihat perkembangan terkini tentang Diklatpim, rasanya alasan yang paling relevan untuk saat ini adalah karena sejak Januari 2014, LAN-RI sebagai Instansi Pembina Diklat memberlakukan ketentuan baru tentang Diklatpim.
Untuk itu, pada kesempatan ini, ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan terkait penyelenggaraan Diklatpim pola baru ini. Semoga ini bisa bermanfaat buat pembaca dimana pun, terutama mereka yang bertanya-tanya tentang “ada apa sih dengan Diklatpim Pola Baru?”
Pertama, dalam rangka sosialisasi dan penyamaan persepsi tentang Diklatpim Pola Baru, LAN-RI sejak awal tahun 2014 gencar melakukan fasilitasi penyelenggaraan Training of Facilitators (ToF) dengan Lembaga Diklat Pemerintah baik pusat dan daerah (instansi vertikal dan Pemrov). Instansi vertikal yang pertama kali difasilitasi LAN-RI untuk penyelenggaraan ToF adalah Badan Diklat Kemendagri melalui Pusat Diklat Kemendagri Regional Yogyakarta. Hingga saat ini dan ke depan, LAN-RI secara maraton terus melakukan fasilitasi penyelenggaraan ToF tersebut di seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah.
Kedua, penyelenggaraan ToF merupakan salah satu langkah konkrit dalam rangka menyongsong pemberlakuan penyelenggaraan Diklatpim pola baru sebagaimana diamanatkan melalui Perka-LAN Nomor 10 Tahun 2013 untuk Diklatpim Tk. I, Perka-LAN Nomor 11 Tahun 2013 untuk Diklatpim Tk. II, Perka-LAN Nomor 12 Tahun 2013 untuk Diklatpim Tk. III dan Perka-LAN Nomor 13 Tahun 2013 untuk Diklatpim Tk. IV.
Sebagaimana kita ketahui bersama, peraturan-peraturan tersebut merupakan wajah baru dalam rangka reformasi penyelenggaraan Diklat yang ditetapkan oleh Instansi Pembina LAN-RI.
Ketiga, kompetensi yang diharapkan dalam penyelenggaraan Diklatpim adalah kompetensi kepemimpinan operasional dan taktikal yang diindikasikan dengan kemampuan mengembangkan dan membangun karakter dan sikap perilaku integritas, menyusun rencana kegiatan, menjabarkan visi dan misi instansi, melakukan kolaborasi secara internal dan eksternal, melakukan inovasi, dan mengoptimalkan potensi internal dan eksternal organisasi.
Kompetensi tersebut dapat dicapai dengan rancangan struktur kurikulum yang meliputi tahap diagnosa kebutuhan perubahan, tahap taking ownership (breakhthrough I), tahap merancang perubahan dan membangun tim, tahap laboratorium kepemimpinan (breakhthrough II), dan tahap evaluasi.
Keempat, pembaharuan Diklatpim ini tentu disertai berbagai pertimbangan, di antaranya karena selama ini efektivitas Diklat dalam pembentukan karakter dan integritas pimpinan masih rendah, kurikulum dan metoda pembelajaran belum mampu mendorong terbentuknya pemimpin perubahan, terlalu banyak mata Diklat yang tidak fokus pada penguatan kapabilitas kepemimpinan, metoda pembelajaran tidak berbasis pengalaman, penjaminan kualitas lembaga penyelenggara Diklat belum berjalan secara optimal, dan pembinaan Widyaiswara belum berjalan dengan baik.
Kelima, esensi perubahan pola penyelenggaraan ini mengarah kepada Diklat berbasis kompetensi dan dalam hal ini Badan Diklat Kemendagri telah menerbitkan Permendagri Nomor 2 Tahun 2013 tentang Diklat Berbasis Kompetensi. Perubahan tersebut meliputi tujuan Diklat, kurikulum, metode, media, sarana dan prasarana, Widyaiswara, penyelenggara, anggaran, waktu.
Arah perubahan masing-masing Diklat adalah (1) Diklat Kepemimpinan, peserta diarahkan untuk melakukan perubahan (reform) di instansi masing-masing sesuai dengan Tupoksinya; (2) Diklat Prajabatan, peserta diarahkan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar (core values) dalam sektor publik; (3) Diklat Fungsional, peserta diarahkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang inovatif di bidang fungsional; dan (4) Diklat teknis, peserta diarahkan untuk mampu melaksanakan pekerjaan teknis.
Keenam, menyadari perubahan tersebut banyak hal yang harus dipersiapkan baik oleh penyelenggara Diklat maupun oleh instansi asal peserta, yakni perubahan orientasi penyelenggaraan Diklat dari pengumpul PNBP/penerimaan menjadi pembentukan kualitas kepemimpinan, penyiapan sarana dan prasarana diklat (fasilitas diskusi kelompok), alokasi anggaran untuk pemberdayaan Widyaiswara (metodologi yang inovatif, peningkatan kapasitas sebagai coach dan counselor, dll), melakukan proses seleksi awal yang lebih ketat (calon peserta akan dipromosikan), Diklat menjadi bagian dari perencanaan karir PNS, mengidentifikasi problema yang dialami instansinya dan dapat menjadi arena pembelajaran dari para peserta, memberi otorisasi kepada peserta untuk melakukan kegiatan perubahan, dan menyediakan mentor bagi peserta (atasan).
Harapannya dengan kebijakan Diklatpim Pola Baru ini mampu melahirkan pemimpin perubahan yang membawa kebaikan bagi penyelenggaraan pemerintahan ke depan. Terlepas apakah tujuan itu mampu diraih dengan Diklatpim atau tidak, penulis tidak terlalu mempersoalkan. Yang terpenting saat ini adalah kebijakan apa pun itu haruslah berlandaskan kepada upaya bersama untuk mewujudkan cita-cita luhur menuju rakyat yang sejahtera. Sekecil apapun upaya itu, perlu didukung bersama.
Demikian Phylovers semoga tulisan ini bermanfaat.
Penulis :
Zainudin, M.Si.
Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
Posting Komentar