Ingin memiliki bentuk tubuh ideal dengan perut berbuku enam (six pack)? Berolah tubuhlah di pusat kebugaran. Badan sehat, massa otot bertambah, berat badan mencapai angka ideal, dan tubuh pun ”kering”.
Steven, yang dulu mencari baju saja susah saking kurusnya, kini sudah mahir melenggok di cat walk dan bahkan ditawari main sinetron. Selain itu, ia dikontrak menjadi bintang iklan L-Men selama setahun.
Baru tiga tahun lalu Steven nge-gym (istilah gaul mereka yang datang ke pusat kebugaran) di Hans Body Club di Bandung, Jawa Barat. Alatnya lokal dan biaya latihan per bulan cuma Rp 75.000. Tambah Rp 200.000 jika ingin memakai jasa personal trainer.
Badan bagus, pola makan pun berubah. Pagi sarapan roti gandum atau oatmeal, siang nasi merah plus dada ayam bumbu bawang-jahe dan sup sayuran-daging. Makan malam seperti siang dengan lauk diganti ikan. Ngemil-nya sup kacang merah dan L-protein bar.
Sama seperti Steven, Dimas Prasetia Argoebie (20), pemain sepak bola Divisi III di klub VV, Lyra, Belanda, juga rutin nge-gym. Dua tahun lalu, berat badannya mencapai 78 kilogram dengan tinggi 179 sentimeter. Setelah berlatih rutin di pusat kebugaran Bodyku dan Abdi Fitness di pinggir kali di daerah Sempur, Bogor, kini berat Dimas menjadi 67 kilogram. Perutnya? Tentulah six pack.
”Saya lihat juara L-Men badannya keren-keren. Pack-nya simetris dan rata. Kan, ada tuh yang pack-nya berantakan, miring-miring. Bisa karena salah latihan atau faktor genetik,” tutur Dimas, juara dua L-Men of the Year.
Tawaran main pun mampir ke Dimas. Ia sebentar lagi shooting mini sinetron ke Perancis. Jadi pemeran utama pula.
Untuk menjadi L-Men of the Year, kata Meirza Hartoto, Manajer Marketing dan Komunikasi Nutrifood, dia juga harus fotogenik dan memiliki karakter.
Gaya hidup
Begitulah pusat kebugaran yang makin banyak bermunculan, khususnya di kota-kota besar, ini menjadi tempat nongkrong anak muda yang ingin bertubuh sehat sekaligus sedap dipandang. Nge-gym telah menjadi gaya hidup masyarakat urban.
Potensi pasar pusat kebugaran di Indonesia sangat luas dengan tren yang meningkat. Gold’s Gym yang dibuka di Menteng, Jakarta, pada Desember 2006 saat ini sudah memiliki delapan klub di Jakarta dan satu di Bandung. Anggotanya 25.000 orang. Sebagai perbandingan, jumlah klub Gold’s Gym di 32 negara di dunia saat ini 650 klub dengan jumlah anggota 3,5 juta orang.
”Fitness sudah menjadi bagian dari kehidupan, apalagi di kota besar. Pekerja cenderung duduk di kantor seharian, pola makan salah, maka fitness centre dibutuhkan,” papar CEO Gold’s Gym Francis Wanandi.
Biaya untuk nge-gym di Gold’s Gym bervariasi, Rp 330.000-Rp 490.000 per bulan. Mau sekaligus berenang? Gold’s Gym Mall of Indonesia Kelapa Gading menyediakan kolam renang, juga jogging track, dan ring tinju.
Pusat kebugaran lain, Celebrity Fitness, saat ini bahkan memiliki 70.000 anggota yang tersebar di 15 klub di Jabodetabek dan Surabaya.
”Konsep kami adalah exercise, entertainment, dan lifestyle,” tutur Manajer Marketing dan Komunikasi Celebrity Fitness Adhitya Zainuddin.
Biaya di Celebrity tidak jauh berbeda dengan Gold’s Gym, Rp 300.000 hingga Rp 550.000-an per bulan.
Gold’s Gym dan Celebrity Fitness hanyalah sekadar contoh pusat kebugaran yang berpasar kaum menengah ke atas. Masih ada Fitness First yang juga berlokasi di mal-mal. Itu belum termasuk yang untuk kalangan menengah dan menengah bawah. Misalnya, di Abdi Fitness di Sempur, yang sekali kita datang hanya membayar Rp 8.500.
Pusat-pusat kebugaran itu umumnya berada di mal-mal dan pusat perbelanjaan. Alhasil, pusat kebugaran pun sudah menjadi bagian dari gaya hidup belanja dan cuci mata. Ibu berbelanja, bapak berolahraga angkat beban, dan anak pun bisa bermain.
”Fitness centre di mal ini mungkin hanya di Indonesia. Kami harus menyesuaikan dengan gaya hidup mal juga,” ujar Francis.
Industri
Munculnya pusat kebugaran ini juga mendukung tumbuhnya industri olahraga. Merujuk data Direktorat Perindustrian Departemen Perindustrian, nilai impor peralatan olahraga saat ini mencapai 39 juta dollar AS dan paling besar dari peralatan gimnastik.
Sebetulnya, kalau mau dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, penetrasi pasar untuk olahraga angkat beban dan cardio ini masih lebih rendah. Penetrasi di Indonesia hanya 0,5 persen (di Jakarta 1,2 persen) dari populasi. Penetrasi di Malaysia 1,1 persen dan di Singapura 7,1 persen. Penetrasi ini bisa ditingkatkan melalui edukasi.
Baik Francis maupun Adhitya menegaskan, pusat kebugaran adalah tempat untuk olahraga. ”Jika perut jadi six pack, itu bonus,” cetus Francis.
Namun, apa salahnya mengejar bonus? Dimas, misalnya, biasa bermain bola. Olahraga menjadi makanan sehari-hari. Namun, mengapa masih nge-gym juga? ”Saya ingin punya tubuh yang sehat dan keren,” katanya.
Maka itu, berolahragalah dan tunjukkan, ini perutku, mana perutmu? (kompas.com).
Posting Komentar