Tata kelola ekonomi dunia ke depan diprediksi akan jauh lebih terbuka pasca terbentuknya G-20 di Pittsburg, Amerika Serikat sekitar 1 (satu) dekade yang lalu. G-20 secara resmi menggantikan peran G-8 yang dianggap gagal mengelola ekonomi dunia. Keputusan tersebut dinilai sebagai loncatan besar dan bersejarah menuju terbentuknya tatanan dunia baru, setidaknya secara ekonomi.
Secara global, G-20 menyumbang 90% GNP (produk domestik bruto) dunia, atau setidaknya 80% volume perdagangan dunia. Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 mendapat manfaat langsung. Selain berdampak pada sektor ekonomi, bagi Indonesia, keberadaan G-20 juga secara langsung akan berimbas pada sistem pengelolaan pemerintahan.
Menyadari kenyataan itu, kebijakan pemerintah menetapkan arah pengelolaan pemerintahan menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan reformasi birokrasi, merupakan pilihan yang rasional (rational choice). Salah satu agenda besar menuju good governance dan reformasi birokrasi adalah peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Dalam rangka peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah daerah, paling tidak ada 4 (empat) hal yang menjadi titik fokus meliputi : (1) penyusunan peraturan perundang-undangan daerah, pedoman dan standar kompetensi aparatur pemerintah daerah; (2) penyusunan rencana pengelolaan aparatur pemerintah daerah termasuk sistem rekruitmen yang terbuka, mutasi dan pengembangan pola karir; (3) fasilitasi penyediaan aparatur pemerintah daerah; serta (4) fasilitasi pengembangan kapasitas aparatur pemerintah daerah dengan prioritas peningkatan kemampuan dalam pelayanan publik seperti kebutuhan dasar masyarakat, keamanan dan kemampuan di dalam menghadapi bencana, kemampuan penyiapan rencana strategis pengembangan ekonomi lokal, kemampuan pengelolaan keuangan daerah, penyiapan strategi investasi, dan pengelolaan kelestarian lingkungan hidup.
Otonomi daerah sebagai pilihan kebijakan yang telah digariskan oleh konstitusi, menjanjikan terselenggaranya pemerintahan dan pembangunan secara efektif, efisien, berkualitas, demokratis dan berkeadilan, perlu digiring dalam agenda besar good governance dan reformasi birokrasi. Untuk itu, aparatur pemerintah patut memahami peran strategisnya agar belajar mendalami, menggali serta mengkaji berbagai permasalahan dan tantangan pelaksanaan good governance dan reformasi birokrasi ke depan, untuk dapat diterapkan secara optimal di lingkungan kerja masing-masing.
Perlu disadari pula bahwa prinsip dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan pembangunan. Dengan demikian, untuk menghadapi berbagai persoalan di daerah, terutama terkait kemiskinan dan pengangguran, peran dan tanggung jawab aparatur pemerintah daerah akan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tersebut di tingkat lokal. Di dalam kewenangan otonomi tersebut, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan dan pengangguran di daerah.
Sejalan dengan semangat Otonomi Daerah, pada tanggal 18 September 2000 dalam forum Millenium Development Goals (MDG), Pemerintah mengadopsi prinsip Pembangunan Milenium untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Adapun prinsip pembangunan Milenium yang ditetapkan meliputi 8 (delapan) butir, yakni: (1) pengentasan kemiskinan dan kelaparan; (2) pemerataan pendidikan dasar; (3) mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan; (4) mengurangi tingkat kematian anak; (5) meningkatkan kesehatan ibu; (6) perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya; (7) menjamin daya dukung lingkungan hidup; dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Dilihat dari perspektif Indonesia, maka akan terasa bahwa prinsip Pembangunan Milenium di atas sesuai dengan kondisi nasional yang patut dibekali kepada aparatur pemerintah. Untuk itu, sangat penting bagi aparatur pemerintah untuk belajar mengenali, mendalami, menggali serta mengkaji akar dari berbagai permasalahan pelaksanaan tugas pemerintahan sehingga dapat menemukan solusi pemecahannya untuk diterapkan di lingkungan kerja masing-masing.
Zainudin, M.Si.
Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri
Artikel ini penulis susun sebagai bahan sambutan Bapak Kepala Badan Diklat Depdagri pada pembukaan pelaksanaan Diklatpim Tk. II Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah di Semarang pada tanggal 10 Maret 2010, dengan perubahan seperlunya.
Secara global, G-20 menyumbang 90% GNP (produk domestik bruto) dunia, atau setidaknya 80% volume perdagangan dunia. Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 mendapat manfaat langsung. Selain berdampak pada sektor ekonomi, bagi Indonesia, keberadaan G-20 juga secara langsung akan berimbas pada sistem pengelolaan pemerintahan.
Menyadari kenyataan itu, kebijakan pemerintah menetapkan arah pengelolaan pemerintahan menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan reformasi birokrasi, merupakan pilihan yang rasional (rational choice). Salah satu agenda besar menuju good governance dan reformasi birokrasi adalah peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Dalam rangka peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah daerah, paling tidak ada 4 (empat) hal yang menjadi titik fokus meliputi : (1) penyusunan peraturan perundang-undangan daerah, pedoman dan standar kompetensi aparatur pemerintah daerah; (2) penyusunan rencana pengelolaan aparatur pemerintah daerah termasuk sistem rekruitmen yang terbuka, mutasi dan pengembangan pola karir; (3) fasilitasi penyediaan aparatur pemerintah daerah; serta (4) fasilitasi pengembangan kapasitas aparatur pemerintah daerah dengan prioritas peningkatan kemampuan dalam pelayanan publik seperti kebutuhan dasar masyarakat, keamanan dan kemampuan di dalam menghadapi bencana, kemampuan penyiapan rencana strategis pengembangan ekonomi lokal, kemampuan pengelolaan keuangan daerah, penyiapan strategi investasi, dan pengelolaan kelestarian lingkungan hidup.
Otonomi daerah sebagai pilihan kebijakan yang telah digariskan oleh konstitusi, menjanjikan terselenggaranya pemerintahan dan pembangunan secara efektif, efisien, berkualitas, demokratis dan berkeadilan, perlu digiring dalam agenda besar good governance dan reformasi birokrasi. Untuk itu, aparatur pemerintah patut memahami peran strategisnya agar belajar mendalami, menggali serta mengkaji berbagai permasalahan dan tantangan pelaksanaan good governance dan reformasi birokrasi ke depan, untuk dapat diterapkan secara optimal di lingkungan kerja masing-masing.
Perlu disadari pula bahwa prinsip dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan pembangunan. Dengan demikian, untuk menghadapi berbagai persoalan di daerah, terutama terkait kemiskinan dan pengangguran, peran dan tanggung jawab aparatur pemerintah daerah akan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tersebut di tingkat lokal. Di dalam kewenangan otonomi tersebut, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan dan pengangguran di daerah.
Sejalan dengan semangat Otonomi Daerah, pada tanggal 18 September 2000 dalam forum Millenium Development Goals (MDG), Pemerintah mengadopsi prinsip Pembangunan Milenium untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Adapun prinsip pembangunan Milenium yang ditetapkan meliputi 8 (delapan) butir, yakni: (1) pengentasan kemiskinan dan kelaparan; (2) pemerataan pendidikan dasar; (3) mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan; (4) mengurangi tingkat kematian anak; (5) meningkatkan kesehatan ibu; (6) perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya; (7) menjamin daya dukung lingkungan hidup; dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Dilihat dari perspektif Indonesia, maka akan terasa bahwa prinsip Pembangunan Milenium di atas sesuai dengan kondisi nasional yang patut dibekali kepada aparatur pemerintah. Untuk itu, sangat penting bagi aparatur pemerintah untuk belajar mengenali, mendalami, menggali serta mengkaji akar dari berbagai permasalahan pelaksanaan tugas pemerintahan sehingga dapat menemukan solusi pemecahannya untuk diterapkan di lingkungan kerja masing-masing.
Zainudin, M.Si.
Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri
Artikel ini penulis susun sebagai bahan sambutan Bapak Kepala Badan Diklat Depdagri pada pembukaan pelaksanaan Diklatpim Tk. II Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah di Semarang pada tanggal 10 Maret 2010, dengan perubahan seperlunya.
Posting Komentar