Peran aparatur pemerintah saat ini bukan lagi semata terfokus pada organisasi pemerintah dapat berjalan secara efektif dan efisien, tapi juga bagaimana organisasi tersebut memberikan pelayanan yang memuaskan publik. Etika aparatur pemerintah akan menempatkan kaidah-kaidah moral dalam menghadapi dilema tersebut, sebab proses administrasi negara yang dilakukan menuntut pertanggungjawaban etis.
Penulis sepakat dengan apa yang dikatakan William McKee Dunn, seorang Hakim Advokat Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat yang hidup antara tahun 1814 – 1887, bahwa agar birokrasi dapat berjalan dengan baik, maka dalam mengelola tata kepemerintahan yang baik (good governance) perlu adanya sinergi antara pemerintah dengan swasta atau dunia usaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau masyarakat itu sendiri. Pemerintah lebih berperan sebagai facilitating (fasilitator) dan enabling (kemudahan dan kesempatan), guna menciptakan kondisi lingkungan politik yang kondusif dan kepastian dan penegakan hukum, serta kebijakan pemerintah yang jelas.
Sektor swasta sebagai pelaku ekonomi bersama pemerintah menciptakan kesempatan usaha dan lapangan kerja seluas luasnya, dengan membangun perekonomian berbasis kerakyatan. LSM dan masyarakat berperan mengembangkan partisipasinya dalam aktivitas sosial, ekonomi, politik dan menjaga serta mengawasi rules of games (aturan main) dan rules of ethics (nilai-nilai etika) yang baik dalam interaksi sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.
Harapan terhadap ACFTA
Terhitung mulai tanggal 01 Januari 2010, perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) secara resmi telah diberlakukan. Hal ini menandai bahwa era globalisasi perdagangan bebas sudah tiba. Informasi yang dimuat di beberapa media pemberitaan menunjukkan bahwa para pelaku usaha nasional masih banyak mengeluhkan tentang penyiapan infrastruktur terutama jalan, listrik, pelabuhan, dan penerbangan disamping masih banyak regulasi di daerah yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi (high cost).
Hal ini patut menjadi perhatian kita semua, sebab jika tidak segera ditangani dan diperbaiki maka produk Indonesia akan kalah bersaing dengan produk negara-negara anggota ACFTA lainnya terutama China, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Hal ini tentu akan mendorong munculnya PHK dan pengangguran. Simulasi yang pernah dilakukan P2E-LIPI menunjukkan bahwa setiap penurunan kapasitas produksi sektor industri sebesar 10% berpotensi mendorong PHK dan pengangguran 500.000 (lima ratus ribu) orang.
Aparatur pemerintah bersama sektor swasta patut mempelopori berbagai program konkrit mengatasi permasalahan yang ada agar peluang mendapatkan manfaat dari pemberlakuan ACFTA seperti peningkatan investasi, peningkatan kapasitas (capacity building), peningkatan manajerial (managerial capability) serta transfer teknologi dapat diperoleh.
Peran Perempuan
Pemerintah semakin menyadari bahwa perkembangan zaman yang semakin mengglobal menuntut peran perempuan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Sebagai upaya konkrit, Pemerintah telah mengadopsi prinsip Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pembangunan Milenium dengan capaian target hingga tahun 2015. MDG memiliki 8 (delapan) tujuan, 2 (dua) di antaranya terkait dengan peran perempuan, yakni mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta meningkatkan kesehatan anak dan ibu.
Untuk itu, dewasa ini posisi perempuan Indonesia sangat diperlukan untuk mensukseskan program pemerintah di bidang peningkatan peran perempuan. Selain itu, agar turut membantu pemerintah dalam menghadapi era globalisasi perdagangan bebas dewasa ini yakni agar turut mempelopori kecintaan ibu dan anak terhadap produksi nasional.
Zainudin, M.Si.
Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri
Artikel ini penulis susun sebagai bahan sambutan Bapak Kepala Badan Diklat Depdagri pada penutupan pelaksanaan Diklatpim Tk. III Pusdiklat Regional Bandung pada tanggal 28 Januari 2010, dengan perubahan seperlunya.
Penulis sepakat dengan apa yang dikatakan William McKee Dunn, seorang Hakim Advokat Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat yang hidup antara tahun 1814 – 1887, bahwa agar birokrasi dapat berjalan dengan baik, maka dalam mengelola tata kepemerintahan yang baik (good governance) perlu adanya sinergi antara pemerintah dengan swasta atau dunia usaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau masyarakat itu sendiri. Pemerintah lebih berperan sebagai facilitating (fasilitator) dan enabling (kemudahan dan kesempatan), guna menciptakan kondisi lingkungan politik yang kondusif dan kepastian dan penegakan hukum, serta kebijakan pemerintah yang jelas.
Sektor swasta sebagai pelaku ekonomi bersama pemerintah menciptakan kesempatan usaha dan lapangan kerja seluas luasnya, dengan membangun perekonomian berbasis kerakyatan. LSM dan masyarakat berperan mengembangkan partisipasinya dalam aktivitas sosial, ekonomi, politik dan menjaga serta mengawasi rules of games (aturan main) dan rules of ethics (nilai-nilai etika) yang baik dalam interaksi sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.
Harapan terhadap ACFTA
Terhitung mulai tanggal 01 Januari 2010, perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) secara resmi telah diberlakukan. Hal ini menandai bahwa era globalisasi perdagangan bebas sudah tiba. Informasi yang dimuat di beberapa media pemberitaan menunjukkan bahwa para pelaku usaha nasional masih banyak mengeluhkan tentang penyiapan infrastruktur terutama jalan, listrik, pelabuhan, dan penerbangan disamping masih banyak regulasi di daerah yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi (high cost).
Hal ini patut menjadi perhatian kita semua, sebab jika tidak segera ditangani dan diperbaiki maka produk Indonesia akan kalah bersaing dengan produk negara-negara anggota ACFTA lainnya terutama China, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Hal ini tentu akan mendorong munculnya PHK dan pengangguran. Simulasi yang pernah dilakukan P2E-LIPI menunjukkan bahwa setiap penurunan kapasitas produksi sektor industri sebesar 10% berpotensi mendorong PHK dan pengangguran 500.000 (lima ratus ribu) orang.
Aparatur pemerintah bersama sektor swasta patut mempelopori berbagai program konkrit mengatasi permasalahan yang ada agar peluang mendapatkan manfaat dari pemberlakuan ACFTA seperti peningkatan investasi, peningkatan kapasitas (capacity building), peningkatan manajerial (managerial capability) serta transfer teknologi dapat diperoleh.
Peran Perempuan
Pemerintah semakin menyadari bahwa perkembangan zaman yang semakin mengglobal menuntut peran perempuan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Sebagai upaya konkrit, Pemerintah telah mengadopsi prinsip Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pembangunan Milenium dengan capaian target hingga tahun 2015. MDG memiliki 8 (delapan) tujuan, 2 (dua) di antaranya terkait dengan peran perempuan, yakni mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta meningkatkan kesehatan anak dan ibu.
Untuk itu, dewasa ini posisi perempuan Indonesia sangat diperlukan untuk mensukseskan program pemerintah di bidang peningkatan peran perempuan. Selain itu, agar turut membantu pemerintah dalam menghadapi era globalisasi perdagangan bebas dewasa ini yakni agar turut mempelopori kecintaan ibu dan anak terhadap produksi nasional.
Zainudin, M.Si.
Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri
Artikel ini penulis susun sebagai bahan sambutan Bapak Kepala Badan Diklat Depdagri pada penutupan pelaksanaan Diklatpim Tk. III Pusdiklat Regional Bandung pada tanggal 28 Januari 2010, dengan perubahan seperlunya.
Posting Komentar