Keamanan dan Demokrasi (Part II)
Menumbuhkan Kesadaran Akan Hak
Menumbuhkan kesadaran akan hak memang menjadi masalah yang pelik dalam masyarakat kita yang mayoritas berlatar belakang pendidikan rendah. Kesadaran akan hak hampir tak pernah kita jumpai dalam keseharian warga karena kehidupan mereka sudah sedemikian rupa dibentuk oleh budaya dan kebiasaan bermalas-malasan, tidak terbuka terhadap perubahan, sifat sombong, angkuh, menganggap remeh budaya atau orang lain, sifat boros dan sifat-sifat negatif lainnya.
Langkah-langkah kebijakan pemerintah patut menumbuhkan kesadaran hak bagi warganya sehingga kesadaran akan hak dapat lebih dioptimalkan. Dengan begitu, negara akan mendapatkan keuntungan ganda, karena selain dapat mengaktifkan secara optimal keamanan dan kenyamanan bersama di atas dasar dan landasan serta keterlibatan bersama, juga meringankan kerja negara sehingga mengurangi pengeluaran kas negara dalam menjaga keamanan dan kenyamanan hidup masyarakat, dan pengehamatan kas tersebut dapat dialihkan untuk membangun dan menjamin kesejahteraan masyarakat dalam bidang lain seperti pendidikan, kelestarian alam, dan penyediaan lapangan kerja.
Menumbuhkan kesadaran akan hak perlu dilakukan secara serius dan kehati-hatian yang tinggi sehingga tidak salah arah kepada pendidikan kesadaran hak yang kebablasan. Maksudnya adalah kesadaran hak yang perlu ditumbuhkan tersebut bukan kesadaran akan hak yang berlebih-lebihan, yang memungkinkan setiap orang atau kelompok sosial berbondong-bondong turun ke jalan menuntut hak yang berlebihan kepada negara. Penumbuhan kesadaran akan hak tersebut diarahkan kepada pembelajaran akan sejauhmana hak-hak warga, bagaimana cara mendapatkannya, bagaimana kaitan dan hubungannya dengan hak warga yang lain dan hak negara, bagaimana tanggung jawabnya, bagamiana cara memenuhi tanggung jawab tersebut serta apa dan bagaimana cara kerja negara menjalankan kewajiban dan menenuhi hak warga negaranya.
Dengan proses yang demikian, masyarakat dapat mengetahui batas-batas haknya dan memenuhi tanggung jawabnya secara tepat dan bijaksana. Ivan A. Hadar (2004)Æ’n pada sebuah kesempatan mengatakan bahwa konflik dan separatisme hanyalah sekedar ungkapan-ungkapan ketidakpuasan yang dikarenakan perlakuan tidak adil, ditindas, dirampok, disiksa, dilecehkan, dikibulin, diperkosa, dibunuh suami-istri-anak dan kerabatnya. Atau karena tiadanya pengalaman dan, karena itu juga kemauan mengelola konflik secara konstruktif. Keduanya bersifat structural dengan bumbu cultural. Cultural, karena konflik melulu dipandang negatif.
Ungkapan ketidakpuasan dianggap separatis. Kiranya dapat dikatakan, bahwa salah satu faktor penting pemicu konflik SARA dan ancaman disintergarasi yang terjadi di berbagai daerah seperti Aceh, Maluku (Ambon), Papua, Poso, dan daerah-darah rawan lainnya, adalah kurangnya (jika tidak dikatakan nihil) pemahaman (pembelajaran) akan kesadaran hak karena dominan munculnya konflik semacam itu lebih dikarenakan ketidakpuasan.
Munculnya rasa tidak puas tersebut dikarenakan beberapa hal mendasar yang terkadang cenderung menindas atau membatasi hak-hak sebagai manusia maupun sebagai warga suatu negara. Sebagai pembelajaran juga, warga negara perlu mengetahui komponen-komponen utama penyebab konflik yang terjadi di sekitar mereka. Pemahaman yang jelas tentang hal ini akan memotivasi masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajibannya agar tidak bertentangan dengan hak dan kewajiban orang lain dan negara. Komponen yang dimaksud terdiri dari tiga bagian, yakni yang dikenal dengan segitiga SPK (sikap, perilaku, konteks). Ketiganya merupakan faktor yang saling mempengaruhi.
Tumbuhnya kesadaran akan hak dapat dilacak ketika masyarakat dapat mengetahui, melalui praktek kesehariannya, batas-batas haknya serta batas-batas hak orang lain serta pemenuhan kewajibannya baik terhadap orang lain maupun terhadap negaranya, secara wajar dan bertanggung jawab. Kesadaran tersebut mendidik dan melatih mereka untuk jeli dan hati-hati dalam mengambil keputusan dan bertindak sehingga setiap keputusan dan tindakannya adalah keputusan dan tindakan yang benar dan terarah kepada kepentingan dan tujuan bersama, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Perwujudan Hak Masyarakat Sipil
Ancaman keamanan dari dalam negeri bagaimana pun jauh lebih sulit untuk ditangani karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Akan tetapi usaha pemerintah untuk memenuhi hak-hak masyarakat sipil akan mampu meminimalisir ancaman keamanan tersebut, karena hampir sebagian besar kerusuhan dan konflik yang terjadi dalam masyarakat kita adalah diakibatkan adanya tuntutan pemenuhan hak yang tidak terealisasi oleh pemerintah. Bahkan yang lebih parah adalah adanya kepentingan beberapa orang untuk memanfaatkan kesempatan tersebut sehingga memicu kerusuhan dalam masyarakat, baik dengan melemparkan isu-isu negatif maupun mendorong langsung masyarakat turun ke jalan-jalan besar untuk menimbulkan kekacauan di mana-mana.
Kuat dugaan, kerusuhan dan konflik-konflik separatis yang terjadi di berbagai daerah juga dikarenakan kurang terealisasinya hak-hak masyarakat sipil oleh pemerintah. Pernyataan K.H. Abdurrahman Wahid dalam sebuah pidatonya saat menjabat kepala negara mempertegas hal ini. Menurutnya, setidaknya ada tiga faktor yang berperan, yakni pertama, kelalaian pemerintah selama ini dalam memberi respon yang optimal terhadap tuntutan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, justru pada saat yang sama berlangsung eksploitasi yang intensif atas sumber daya alam yang ada.
Kedua, kurang terakomodasinya kepentingan lokal dalam proses politik di daerah, akibat dominasi pemerintah yang berlebihan. Ketiga, memang ada anasir-anasir separatis yang fanatik dan secara sistematis memanfaatkan kekecewaan masyarakat demi agenda politik anti Indonesia.
Menghadapi kemungkinan ancaman keamanan masyarakat (keamanan dalam negeri), pemerintah perlu melakukan hal-hal teknis dan strategis sehingga rasa aman warga benar-benar terasa di setiap langkah aktivitas mereka. Tentu saja dalam mewujudkan rasa aman tersebut perlu diatur dalam aturan perundang-undangan sehingga perwujudan hak-hak masyarakat sipil dalam bidang keamanan benar-benar terjaga dan lestari karena ada jaminan yang memungkinkan masyarakat tidak resah dan khawatir akan keamanan dan keselamatan diri, harta benda dan sanak keluarganya kapan dan di manapun mereka berada.
Untuk mencapai pendistribusian keamanan yang tepat, karena itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak serta diperlukan adanya perbaikan dan perubahan sistem perundang-undangan yang benar-benar mampu menjamin keamanan dan keselamatan sehingga terwujud hak-hak masyarakat untuk mengenyam nikmatnya rasa aman yang diberikan oleh negara. Dengan demikian, implementasi makna demokrasi akan benar-benar dekat dengan masyarakat semua lapisan, sehingga keamanan dapat diakses secara mudah, murah dan aman oleh masyarakat demi menjamin pemenuhan hak-hak masyarakat sebagai warga Negara.
Zainudin, M.Si.
Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri
Artikel ini juga dimuat di beberapa media online seperti : http://www.sumbawanews.com dan http://www.nusatenggaranews.com
Menumbuhkan kesadaran akan hak memang menjadi masalah yang pelik dalam masyarakat kita yang mayoritas berlatar belakang pendidikan rendah. Kesadaran akan hak hampir tak pernah kita jumpai dalam keseharian warga karena kehidupan mereka sudah sedemikian rupa dibentuk oleh budaya dan kebiasaan bermalas-malasan, tidak terbuka terhadap perubahan, sifat sombong, angkuh, menganggap remeh budaya atau orang lain, sifat boros dan sifat-sifat negatif lainnya.
Langkah-langkah kebijakan pemerintah patut menumbuhkan kesadaran hak bagi warganya sehingga kesadaran akan hak dapat lebih dioptimalkan. Dengan begitu, negara akan mendapatkan keuntungan ganda, karena selain dapat mengaktifkan secara optimal keamanan dan kenyamanan bersama di atas dasar dan landasan serta keterlibatan bersama, juga meringankan kerja negara sehingga mengurangi pengeluaran kas negara dalam menjaga keamanan dan kenyamanan hidup masyarakat, dan pengehamatan kas tersebut dapat dialihkan untuk membangun dan menjamin kesejahteraan masyarakat dalam bidang lain seperti pendidikan, kelestarian alam, dan penyediaan lapangan kerja.
Menumbuhkan kesadaran akan hak perlu dilakukan secara serius dan kehati-hatian yang tinggi sehingga tidak salah arah kepada pendidikan kesadaran hak yang kebablasan. Maksudnya adalah kesadaran hak yang perlu ditumbuhkan tersebut bukan kesadaran akan hak yang berlebih-lebihan, yang memungkinkan setiap orang atau kelompok sosial berbondong-bondong turun ke jalan menuntut hak yang berlebihan kepada negara. Penumbuhan kesadaran akan hak tersebut diarahkan kepada pembelajaran akan sejauhmana hak-hak warga, bagaimana cara mendapatkannya, bagaimana kaitan dan hubungannya dengan hak warga yang lain dan hak negara, bagaimana tanggung jawabnya, bagamiana cara memenuhi tanggung jawab tersebut serta apa dan bagaimana cara kerja negara menjalankan kewajiban dan menenuhi hak warga negaranya.
Dengan proses yang demikian, masyarakat dapat mengetahui batas-batas haknya dan memenuhi tanggung jawabnya secara tepat dan bijaksana. Ivan A. Hadar (2004)Æ’n pada sebuah kesempatan mengatakan bahwa konflik dan separatisme hanyalah sekedar ungkapan-ungkapan ketidakpuasan yang dikarenakan perlakuan tidak adil, ditindas, dirampok, disiksa, dilecehkan, dikibulin, diperkosa, dibunuh suami-istri-anak dan kerabatnya. Atau karena tiadanya pengalaman dan, karena itu juga kemauan mengelola konflik secara konstruktif. Keduanya bersifat structural dengan bumbu cultural. Cultural, karena konflik melulu dipandang negatif.
Ungkapan ketidakpuasan dianggap separatis. Kiranya dapat dikatakan, bahwa salah satu faktor penting pemicu konflik SARA dan ancaman disintergarasi yang terjadi di berbagai daerah seperti Aceh, Maluku (Ambon), Papua, Poso, dan daerah-darah rawan lainnya, adalah kurangnya (jika tidak dikatakan nihil) pemahaman (pembelajaran) akan kesadaran hak karena dominan munculnya konflik semacam itu lebih dikarenakan ketidakpuasan.
Munculnya rasa tidak puas tersebut dikarenakan beberapa hal mendasar yang terkadang cenderung menindas atau membatasi hak-hak sebagai manusia maupun sebagai warga suatu negara. Sebagai pembelajaran juga, warga negara perlu mengetahui komponen-komponen utama penyebab konflik yang terjadi di sekitar mereka. Pemahaman yang jelas tentang hal ini akan memotivasi masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajibannya agar tidak bertentangan dengan hak dan kewajiban orang lain dan negara. Komponen yang dimaksud terdiri dari tiga bagian, yakni yang dikenal dengan segitiga SPK (sikap, perilaku, konteks). Ketiganya merupakan faktor yang saling mempengaruhi.
Tumbuhnya kesadaran akan hak dapat dilacak ketika masyarakat dapat mengetahui, melalui praktek kesehariannya, batas-batas haknya serta batas-batas hak orang lain serta pemenuhan kewajibannya baik terhadap orang lain maupun terhadap negaranya, secara wajar dan bertanggung jawab. Kesadaran tersebut mendidik dan melatih mereka untuk jeli dan hati-hati dalam mengambil keputusan dan bertindak sehingga setiap keputusan dan tindakannya adalah keputusan dan tindakan yang benar dan terarah kepada kepentingan dan tujuan bersama, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Perwujudan Hak Masyarakat Sipil
Ancaman keamanan dari dalam negeri bagaimana pun jauh lebih sulit untuk ditangani karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Akan tetapi usaha pemerintah untuk memenuhi hak-hak masyarakat sipil akan mampu meminimalisir ancaman keamanan tersebut, karena hampir sebagian besar kerusuhan dan konflik yang terjadi dalam masyarakat kita adalah diakibatkan adanya tuntutan pemenuhan hak yang tidak terealisasi oleh pemerintah. Bahkan yang lebih parah adalah adanya kepentingan beberapa orang untuk memanfaatkan kesempatan tersebut sehingga memicu kerusuhan dalam masyarakat, baik dengan melemparkan isu-isu negatif maupun mendorong langsung masyarakat turun ke jalan-jalan besar untuk menimbulkan kekacauan di mana-mana.
Kuat dugaan, kerusuhan dan konflik-konflik separatis yang terjadi di berbagai daerah juga dikarenakan kurang terealisasinya hak-hak masyarakat sipil oleh pemerintah. Pernyataan K.H. Abdurrahman Wahid dalam sebuah pidatonya saat menjabat kepala negara mempertegas hal ini. Menurutnya, setidaknya ada tiga faktor yang berperan, yakni pertama, kelalaian pemerintah selama ini dalam memberi respon yang optimal terhadap tuntutan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, justru pada saat yang sama berlangsung eksploitasi yang intensif atas sumber daya alam yang ada.
Kedua, kurang terakomodasinya kepentingan lokal dalam proses politik di daerah, akibat dominasi pemerintah yang berlebihan. Ketiga, memang ada anasir-anasir separatis yang fanatik dan secara sistematis memanfaatkan kekecewaan masyarakat demi agenda politik anti Indonesia.
Menghadapi kemungkinan ancaman keamanan masyarakat (keamanan dalam negeri), pemerintah perlu melakukan hal-hal teknis dan strategis sehingga rasa aman warga benar-benar terasa di setiap langkah aktivitas mereka. Tentu saja dalam mewujudkan rasa aman tersebut perlu diatur dalam aturan perundang-undangan sehingga perwujudan hak-hak masyarakat sipil dalam bidang keamanan benar-benar terjaga dan lestari karena ada jaminan yang memungkinkan masyarakat tidak resah dan khawatir akan keamanan dan keselamatan diri, harta benda dan sanak keluarganya kapan dan di manapun mereka berada.
Untuk mencapai pendistribusian keamanan yang tepat, karena itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak serta diperlukan adanya perbaikan dan perubahan sistem perundang-undangan yang benar-benar mampu menjamin keamanan dan keselamatan sehingga terwujud hak-hak masyarakat untuk mengenyam nikmatnya rasa aman yang diberikan oleh negara. Dengan demikian, implementasi makna demokrasi akan benar-benar dekat dengan masyarakat semua lapisan, sehingga keamanan dapat diakses secara mudah, murah dan aman oleh masyarakat demi menjamin pemenuhan hak-hak masyarakat sebagai warga Negara.
Zainudin, M.Si.
Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri
Artikel ini juga dimuat di beberapa media online seperti : http://www.sumbawanews.com dan http://www.nusatenggaranews.com