Akhir-akhir ini, terdapat beberapa kasus yang menyedot perhatian kita terkait perkembangan penanganan hukum di negeri ini. Kasus-kasus tersebut terkait Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang-Undang yang disebutkan pertama terkait penanganan kasus korupsi yang melibatkan salah seorang oknum PNS Direktorat Pajak Kementerian Keuangan yang beberapa waktu yang lalu telah dijatuhi vonis 7 (tujuh) tahun penjara dan denda Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Kasus ini menempati urutan pertama yang telah berhasil menyedot perhatian seluruh rakyat Indonesia dan telah banyak menghabiskan energi bangsa, terutama aparatur penegak hukum. Kasus ini sekaligus “menampar” kredibilitas aparatur pemerintah dan para penegak hukum negeri ini.
Tentu, kita tidak menginginkan hal tersebut terulang kembali di masa mendatang. Untuk itu, kesadaran untuk membentengi diri dengan nilai-nilai moral, etika dan nilai-nilai agama yang masing-masing kita anut menjadi suatu keharusan. Bagaimana pun, kepercayaan rakyat tergantung kepada sukses tidaknya apartur pemerintah menakhodai negeri ini menuju kesejahteraan dan kemakmuran.
Kasus kedua terkait Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyeret seorang vokalis grup band ternama Ibu Kota dengan tuntutan 5 (lima) tahun penjara dan denda Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsider 3 (tiga) bulan penjara. Kasus ini pun tak kalah heboh. Begitu mudah anak-anak kita mendapatkan akses untuk menonton adegan yang tak senonoh tersebut, sementara pengawasan terhadap perilaku dan pergaulan mereka sangat jarang kita lakukan.
Satu hal yang perlu ditekankan bahwa cara efektif untuk mendidik anak-anak kita adalah melalui sifat keteladanan orang tua. Orang tua dituntut mampu memperlihatkan pada anak-anak tentang perilaku dan kebiasaan-kebiasaan terpuji seperti saling pengertian dan perhatian, sayang menyayangi, jujur dalam berucap, disiplin dengan waktu, patuh terhadap ajaran agama dan lain sebagainya. Tentu, masing-masing dari kita memiliki metode tersendiri dalam menamkan nilai-nilai keteladanan tersebut.
Yang terakhir terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kasus paling hangat yang tersaji akhir-akhir ini adalah 7 (tujuh) tuntutan Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring terhadap perusahaan asal Kanada, Research In Motion (RIM), melalui layanan Blackberry.
Tuntutan pertama Menkominfo selain berhubungan langsung dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, juga berhubungan dengan 2 (dua) Undang-Undang terkait lainnya, yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Dua hal yang perlu saya tekankan terkait kasus terakhir. Pertama, kehadiran investor asing di Indonesia selain harus berdampak positif bagi perkembangan ekonomi, juga harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini tidak bisa ditawar lagi, karena selain untuk melindungi kepentingan rakyat dan pemerintah juga terkait kedaulatan bangsa dan negara.
Kedua, saat ini dan ke depan, penguasaan terhadap teknologi informasi menjadi keharusan yang tak dapat dihindari aparatur pemerintah, terutama para pejabat struktural. Mengerti dan menguasai teknologi informasi selain mempercepat dan mempermudah dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, juga memungkinkan kita terhindar dari jerat hukum Undang-Undang tersebut di atas. Yang lebih penting, mengerti dan menguasai teknologi informasi akan berdampak pada capaian hasil pembangunan nasional yang optimal sehingga terwujud kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, pendidikan dan pelatihan bagi aparatur yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi aparatur pemerintah tidak mampu menjamin aparatur pemerintah terbebas dari jeratan korupsi, menguasai informasi dan transaksi elektronik, apalagi terhindar dari kasus pornografi.
Diklat semata sebagai stimulus awal untuk terus memperluas wawasan keilmuan dan memperkuat landasan mental spiritual serta agar mampu mengimbangi berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis dan terbuka. Untuk mampu melakukan semua itu, kesadaran diri sendirilah yang menjadi kuncinya sehingga kita terbebas dari jeratan korupsi, memahami dan menguasai teknologi informasi, dan terhindar dari kasus dan perilaku pornografi.
Sisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah memberi peluang kepada wanita untuk berperan aktif dalam proses pembangunan secara umum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun secara khususnya di lingkungan keluarga. Hal inilah yang menjadi motivasi awal Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 893.3-15 Tahun 2001 tentang Penataran Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Isteri Peserta Diklat Spama dan Spamen (Diklatpim Tingkat III dan II) di Jajaran Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, guna meningkatkan peran bagi isteri para pejabat struktural dalam proses pembangunan nasional. Untuk mengoptimalkan peran tersebut, Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut saat ini sedang dalam proses revisi dan diubah menjadi Orientasi Peranan Wanita dalam Pembangunan Keluarga dan Bangsa.
* Zainudin, M.Si. (Badan Diklat Kemendagri)
** Artikel ini penulis susun sebagai Sambutan Kepala Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri pada Penutupan Diklatpim Tk. III di Pusat Diklat Kemendagri Regional Yogyakarta, tanggal 22 Januari 2011.
** Artikel ini penulis susun sebagai Sambutan Kepala Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri pada Penutupan Diklatpim Tk. III di Pusat Diklat Kemendagri Regional Yogyakarta, tanggal 22 Januari 2011.
Posting Komentar