Iqyzain I Make Up Artist and Wedding Gallery 00.21
Pendahuluan 

Ditinjau dari sudut tingkat heterogenitas etnis, agama maupun pandangan ideologi-politik, masyarakat Indonesia dapat dikatakan plural. Di samping itu, heterogenitas masyarakat Indonesia juga terjadi pada posisi-posisi sosial-ekonomi. Heterogenitas pada jenis yang pertama umumnya dipahami debagai pluralitas kultural, sementara yang kedua kerap dihubungkan dengan pluralitas sruktural. Pluralitas struktural merupakan berbagai variasi pengelompokkan masyarakat yang didasarkan atas hubungan-hubungan sosial-ekonomi seperti tingkat pendapatan, status sosial/pekerjaan, serta akses dan kontrol terhadap sumber-sumber ekonomi produktif maupun kekuasaan politik.

Sementara itu, berbagai perubahan dan perkembangan masyarakat dan sistem demokrasi Indonesia membawa konsekuensi pada kompleksitas persoalan bangsa terutama terkait adanya berbagai lembaga/instansi pemerintah dan swasta serta perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pemerintahan secara umum, terutama perubahan-perubahan yang terjadi pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hingga bergulirnya era otonomi daerah. 

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka lahir sebuah konsep ketatalaksanaan pemerintahan yang dirancang dalam satu sistem ketatalaksanaan pemerintahan yang terpadu dalam rangka menyempurnakan sistem kelembagaan, salah satunya sistem kelembagaan pemerintahan daerah melalui penerapan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Dinamika Sistem Ketatalaksanaan Pemerintahan

Tata laksana sistem pemerintahan yang baik merupakan seperangkat proses yang terjadi dalam organisasi baik swasta maupun pemerintah terutama dalam hal pengambilan keputusan. Meskipun tidak sepenuhnya menjamin segala sesuatu akan menjadi sempurna, akan tetapi jika dipatuhi secara baik, tata laksana pemerintahan yang baik mampu mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ketatalaksanaan pemerintahan berarti juga penataan kelembagaan dengan tujuan utama untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/ kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

Pertama, menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan prinsip-prinsip good governance.

Kedua, menyempurnakan sistem administrasi negara untuk mempercepat proses desentralisasi.

Ketiga, menyempurnakan tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga, antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Keempat, menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien; dan

Kelima, menyelamatkan dan melestarikan berbagai dokumen/arsip negara.

Untuk mendapatkan gambaran umum tentang sistem ketatalaksanaan pemerintahan, sangat perlu kiranya meninjau berbagai bentuk penerapan sistem ketatalaksanaan pemerintahan Indonesia terutama pada era Orde Baru, Era Reformasi hingga era pelaksanan otonomi daerah saat ini.

Era Orde Baru

Era tahun 1966 hingga 1998 merupakan era dimana penyelenggaraan pemerintahan tertumpu pada perbaikan dan perkembangan ekonomi oleh Orde Baru. Perlu kita akui meskipun DPR dan MPR kala itu tidak berfungsi efektif, aspirasi rakyat sering terabaikan dan tidak adilnya pembagian Pendapatan Asli Daerah yang berakibat pada melebarnya jurang pembangunan antara pusat dan daerah, akan tetapi Orde Baru telah berhasil mencapai perkembangan Gross Domestic Product (GDP) per kapita Indonesia sebesar US$ 1.000 pada tahun 1996, dua tahun sebelum bergulirnya Orde Baru. Selain itu, Orde Baru berhasil mencatat sejarah keberhasilan program transmigrasi, Keluarga Berencana (KB), memerangi buta aksara, swasembada pangan, pengangguran minim, sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk lokal hingga terwujudnya kestabilan politik dan keamanan dalam negeri. Kesuksesan-kesuksesan tersebutlah yang patut kita adopsi dan selalu relevan di tengah makin kompleksnya persoalan bangsa dewasa ini.

Sementara itu, kegagalan-kegagalan yang dialami pemerintahan Orde Baru seperti semaraknya KKN, kesenjangan ekonomi dan sosial, tidak meratanya pembangunan pusat dan daerah, pelanggaran HAM, terkekangnya kebebasan individu dan pers, penggunaan kekerasan untuk keamanan hingga rendahnya kualitas birokrasi patut menjadi pelajaran berharga yang kemudian patut menjadi perhatian serius bagi seluruh aparatur pemerintah, kemudian mengintegrasikan kekuatan bangsa menuju terwujudnya agenda besar reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Era Reformasi

Era reformasi yang ditandai dengan gerakan mahasiswa menggulirkan masa kejayaan Orde Baru pada tahun 1998 diikuti dengan perubahan-perubahan besar dalam sistem pemerintahan Indonesia. Meskipun Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan B.J. Habibie sebagai Presiden ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain, akan tetapi masa pemerintahan B.J. Habibie diawali kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Yang lebih penting adalah bahwa era reformasi berhasil melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi, liberalisasi parpol dan pencabutan UU Subversi.


Era Otonomi Daerah

Era otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penerapan UU No. 32 tahun 2004 menutut bahwa pemerintah dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.  Dalam rangka desentralisasi, maka dibentuk dan disusun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sebagai daerah otonom.

Otonomi daerah membawa angin segar bagi daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu, melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, otonomi tersebut dititikberatkan pada kabupaten/kota karena kabupaten/kota berhubungan langsung dengan masyarakat.

Sistem ketatalaksanaan pemerintahan di daerah melalui otonomi daerah berdasarkan pada beberapa alasan, yakni efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan; upaya pendidikan politik; pemerintahan daerah sebagai persiapan karier politik; dan mewujudkan stabilitas, kesetaraan dan akuntabilitas politik. 

Meskipun daerah diserahi kewenangan yang luas, akan tetapi daerah otonom memiliki hubungan yang sinergis dengan pemerintah dan antarpemerintahan daerah. Hubungan tersebut meliputi bidang keuangan, pelayanan umum dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Adapun hubungan pemerintah dengan pemerintah daerah yang perlu mendapat perhatian terkait dalam berbagai bidang, yakni :

Satu, bidang keuangan, meliputi pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintah daerah, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah.

Dua, bidang pelayanan umum, meliputi kewenangan dan tanggung jawab serta penentuan standar pelayanan minimal, pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah, dan fasilitasi pelaksanaan kerjasama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.

Tiga, bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, meliputi (a) kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budi daya dan pelestarian; (b) bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan (c) penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.

 Suatu pemerintahan lokal menurut James Manor paling tidak memiliki 4 (empat) faktor, yaitu kekuasaan yang memadai agar mampu memberikan pengaruh yang juga memadai dalam sistem politik dan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, sumber-sumber keuangan yang memadai untuk dapat menjalankan tugas-tugas, kapasitas administrasi yang memadai, dan mekanisme-mekanisme akuntabilitaspertanggungjawaban yang bisa dipercaya.

Selain faktor-faktor tersebut, dalam pelaksanaan pemerintahan daerah perlu diwaspadai beberapa hal terutama hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah yang diwarnai arogansi pemerintah daerah dalam pembuatan Peraturan Daerah (Perda), tindakan eksploitatif terhadap sumber daya & stakeholders demi penimbunan PAD tanpa memperhatikan kelestarian dan daya dukung alam, serta ketimpangan antardaerah berdasarkan polarisasi kaya-miskin. Penerapan konsep sistem ketatalaksanan pemerintahan di daerah diharapkan sedikit-banyak mengarahkan konsep pembangunan daerah yang terencana, inovatif, dan tentunya reformis. Sejauh ini, pencapaian ke arah tersebut memang sudah terlihat meskipun belum signifikan. Taksiran awal menunjukkan bahwa sebanyak hanya 5% dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota mulai berinovasi dan melaksanakan reformasi birokrasi dalam pemerintah daerahnya. Hal ini sebagai bukti bahwa otonomi daerah memiliki dampak positif dalam skala lokal, regional, dan nasional.

Pembangunan daerah tentu memiliki banyak aspek dan pekerjaan rumah yang menumpuk sehingga sulit bagi pemerintah daerah jika harus menggarap semua aspek dan jenis pembangunan. Untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah wajib mencari daya pengungkit (leverage) yang berujung pada penentuan skala prioritas. Keberhasilan pembangunan daerah pada pokoknya menggunakan sejumlah pola leverage, yakni reformasi birokrasi pemerintah daerah, perluasan akses pendidikan bagi masyarakat dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

Menuju Ketatalaksanaan Pemerintahan yang Baik

Berdasarkan berbagai landasan yang dikemukakan sebelumnya, maka ketatalaksanaan pemerintahan yang baik dimaksudkan untuk mewujudkan 3 (tiga) tujuan utama pemerintah, yakni reformasi birokrasi, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan penguatan etonomi lokal (otonomi daerah). Untuk mewujudkan 3 (tiga) agenda besar tersebut, solusi yang paling relevan untuk masyarakat Indonesia adalah penerapan aspek-aspek demokrasi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

Secara spesifik, ada 4 (empat) aspek pokok demokrasi yang terbukti sangat menentukan bagi perkembangan ekonomi dan sosial dalam jangka panjang, yaitu :

Satu, sistem demokrasi yang stabil adalah penjamin terbaik bagi kestabilan politik, yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi dan investasi sektor swasta dalam jangka panjang.

Dua, nilai-nilai demokrasi seperti transparansi dan akuntabilitas sangat penting bagi pemerintah yang efektif dan responsif dan bagi aktivitas ekonomi yang sejahtera dan efisien. Salah satu contohnya adalah krisis-krisis keuangan di Asia dan Rusia yang dialami pada tahun-tahun 1990-an.

Tiga, regulasi yang baik dan tegas yang didukung oleh penegakan hukum harus ada jika bisnis ingin dikembangkan dalam ekonomi pasar.

Empat, prosedur-prosedur pengambilan keputusan yang memungkinkan adanya partisipasi dan umpan balik dari sektor swasta, masyarakat sipil, partai-partai politik dan kelompok-kelompok warga negara lainnya harus dikembangkan. Tanpa sistem umpan balik dan akuntabilitas proses kepemerintahan, penyusunan anggaran dan aspek-aspek lain dari pelaksanaan pemerintahan sehari-hari akan putus hubungan dengan masyarakat dan kelompok-kelompok yang seharusnya dilayani.

Sementara ada banyak isu dan pembaharuan yang dapat mendorong demokrasi yang berhasil, negara-negara yang berhasil dalam menangani empat tantangan pokok tersebut juga berhasil memenuhi keinginan dan aspirasi rakyat. Yang lebih utama adalah keberhasilan dalam menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi yang penting bagi pertumbuhan penduduk dan pengurangan kemiskinan. Selaiknya, negara yang gagal mengembangkan kepemerintahan yang demokratis mengalami berbagai stagnasi dan tidak mampu mengambil keuntungan dari berbagai banyak kesempatan yang ada.

Sebuah demokrasi yang berhasil selalu memerlukan pemilihan umum yang bebas dan adil, warga negara yang termotivasi dan memperoleh informasi yang memadai, struktur-struktur partai politik yang dibangun dengan baik, media yang dinamis dan disiplin, masyarakat sipil (civil society) dan dukungan masyarakat bisnis.

Untuk mewujudkan sebuah demokrasi yang berhasil di tingkat lokal, kekuatan aparatur perlu dikerahkan dan bersinergi dengan melibatkan kepentingan semua pihak (pemerintah, swasta dan masyarakat lokal) yang terlibat dalam upaya pencapaian tujuan otonomi daerah. Hasil rumusan Brynden dan kawan-kawan (1998) untuk keberhasilan pembangunan suatu masyarakat lokal yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat masih sangat relevan.

Rumusan tersebut direalisasikan dengan mengupayakan pendidikan dan pelatihan bagi pihak-pihak tersebut terutama untuk penyamaan persepsi, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat setempat, memberikan contoh-contoh konkrit yang bisa diterapkan dan dekat dengan kehidupan masyarakat, jujur dan terbuka dalam setiap tindakan dengan masyarakat, menjabarkan tujuan-tujuan ke dalam tugas-tugas yang mudah dicapai, pemberian penghargaan terhadap masyarakat atas keberhasilan yang dicapai, mengupayakan tersedianya berbagai sarana dan prasana yang mendukung masyarakat setempat untuk sadar informasi dan membangun tingkat adaptasi secara terus menerus untuk menghadapi perubahan-perubahan dan kebutuhan-kebutuhan baru.

Penutup

Dinamika sistem ketatalaksanan pemerintahan sejak Orde Lama, Orde Baru hingga masa reformasi menunjukkan bahwa bangsa ini besar dari berbagai persoalan dan menjadikan berbagai permasalahan bangsa sebagai cambuk untuk bangkit membangun kekuatan bangsa dari berbagai aspek terutama aspek ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Sadar atau tidak, pondasi kekuatan bangsa tersebut terletak pada semangat aparatur pemerintah untuk membawa perubahan dan perbaikan bagi kelangsungan kehidupan birokrasi yang efektif dan efisien, mewujudkan agenda tata kelola pemerintahan yang baik dan meraih tujuan pemerataan pembangunan dan pelayanan masyarakat melalui otonomi daerah.

Selain itu, ke depan, sistem ketatalaksanaan pemerintahan selalu harus dibangun berdasarkan sistem kemitraan antara pemerintah, swasta, organisasi-organisasi politik dan kemasyarakatan serta masyarakat sipil (civil society).  Satu kata kunci untuk merealisasikan sistem kemitraan tersebut adalah kepercayaan dan kepercayaan tersebut terwujud dalam beberapa ciri antara lain : persamaan dan organisasi yang lebih landai, hierarki aktualisasi yang luwes dimana kekuasaan berpedoman pada nilai-nilai seperti caring dan caretaking, spiritualitas yang berbasis alamiah, tingkat kekacauan yang rendah yang terbentuk dalam sistem, dan persamaan dan keadilan gender. 

Zainudin, M.Si.
Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri

Penulis susun sebagai bahan ajar Mendagri pada Diklatpim Tk. I LAN-RI Juni 2010

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.